Sepatu Bolong dan Kemandirian ~ sebuah blog yang tahu diri

Senin, November 26, 2007

Sepatu Bolong dan Kemandirian

Wow...lain pula rasanya tak ngeblog sehari saja. Kemarin sibuk sekali. Niat lihat mak yang baru tiba di Bandara Hang Nadim dengan membawa keponakan juga, tak sempat lagi. Karena berburu sepatu, di saat mall dan toko belum merata buka.
Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Ini pengalaman menarik dari mak saya yang mau naik haji. Baru berangkat dari Pekanbaru ke Batam saja, sepatunya sudah bolong. ''Untung masih di bandara Pekanbaru, jadi mak langsung beritahu.''

Untung juga bagi saya dan istri, masih bisa berburu di pagi Minggu itu. Semula toko sepatu Bata di depan Gelael Baloi buka saat kami sampai di sana jam 9.30 WIb. Tapi saat dicari yang nomor 5 sesuai pesanan mak, karyawannya seperti malas bongkar. Mungkin karena baru dalam tahap renovasi toko sepatu itu. Dia nyarankan ke outlet Bata di DC Mall. Alhamdulillah ternyata sudah bisa dan berjumpa dengan size no. 5. ''Mamak sudah di pesawat.'' Ini sms masuk jam 9.59 WIB.

Lalu memburu pula ke Bandara Hang Nadim. Ternyata pas selang satu menit kami sampai. Mak juga sudah berada di ruang kedatangan. Sepatunya bukan hanya bolong, tapi juga sudah copot dari lemnya. Ganti sepatu pun dilakukan di ruang kedatangan itu. Saya bisa masuk karena ada ID Card yang telah lama diurus kantor untuk bisa masuk Bandara.

''Kaki mamak memang lain. Besar,'' kata adik bungsu saya yang ada di Batam, yang dia, anak dan istrinya tak sempat lagi kami bawa ke Bandara Hang Nadim.

''Itulah, mamak hanya baru pakai sepatu itu dua kali. Belinya di panitia tempat mamak manasik.'' Adik perempuan saya, yang di Pekanbaru memberi komentar.

Saya dan adik laki-laki saya sudah tahu sifat mak. Beliau tak mau merepotkan. Beliau terbiasa mandiri. Karenanya, ketika sore hari sekitar jam 16.00 WIB kami berkunjung ke Asrama Haji Batam Center, kami tanyakan lagi soal sepatu. Akhirnya, mak ''menyerah'' dan menyatakan,''kalau pakai kaus kaki agak sempit. Bolehlah, beli lagi yang nomor 6.''

Jadi ingat, komentar temannya mak saat berganti sepatu di Hang Nadim. ''Kalau sempit sebut saja kak. Kan kita masih ada satu hari lebih di Batam ini.''

Yang nomor 6, kami cari sesudah pulang dari Asrama Haji itu. Untung, masih ada satu. Itu pun sempat terselip, hingga menyusahkan karyawan outlet Bata di DC Mall mencarinya. Dan paginya, saya serahkan lagi ke mak, ditemani anak sulung saya.

Cas baterai udah ada? Tak beli kacamata hitam? Baju dingin sudah ada?

Pertanyaan-pertanyaan kecil itu harus ditanyakan. Bisa jadi ada yang terlupa. Tapi Insya Allah mak saya sudah oke untuk berangkat ke Madinah pukul 19.20 WIB nanti.***

NB: Papa (sebutan untuk ayah kami) sudah tiba di Batam, Sabtu. Meski sudah terbebas stroke dan kelihatan normal, tapi beliau mengaku kepalanya masih pusing. Kami ini anggap hal lumrah, karena beliau sangat berat untuk berpisah dengan istrinya. Untuk waktu tiga hari saat mak ke Batam aja, papa sudah sangat ''susah hati'', apalagi 40 hari begini.

NB: Jengkolnya ternyata direndang. Istri saya ngomel sedikit karena WC bau. Padahal, dia makan juga tuh jengkol....

Tidak ada komentar: