Saat menulis postingan ini, saya sambilan melakukan ritual orang yang telah mendonorkan darahnya. Minum kacang hijau yang telah dikotakkan (alias instan), makan dua telur rebus dan satu kapsul penambah darah. Tapi kali ini ada tambahannya, apa itu? Hmm...hm...
Ya, hari ini telah 8 kali saya secara resmi mendonorkan darah ke PMI Batam. Tapi sebenarnya ada 9. Cuma, saat yang pertama, saya belum dapat buku catatannya. Sehingga tak tercatat, yang pertama itu. Sekarang di buku tersebut, yang kini selalu saya simpan didompet (pengertian bukunya, mirip kertas formulir tapi tebal), saat pertama donor 27 Maret 2004.
Seharusnya bisa lebih banyak. Sayang, di tahun 2004 dan 2005, hanya masing-masing satu kali. Baru di tahun 2006, genap 4 kali (donor darah, sebaiknya tiga bulan sekali lho). Sedangkan di 2007 ini, saya telah kehilangan dua kali karena, ya itu, terlupa. Bukunya, entah diletakkan di mana. Sekarang, Insya Allah akan terus ingat, karena ada di dompet.
Dan hari ini, sepertinya jadi angka yang pas, untuk mencocokan dengan donor yang ke 9 nanti (9 yang resmi), atau 3 bulan lagi. Karena, itu bertepatan dengan 14 Februari 2008. Hep...jangan ingat langsung pada Hari Valentine. Pada hari itu juga, spesial bagi saya dan seluruh awak Posmetro Batam, karena koran kami berulang tahun. Semoga, saya pas kan momen itu, donor sekaligus menyambut ultah. Moga-moga, karyawan lain juga ikut.
Sambil menyeruput sari kacang hijau ABC, saya menulis ini dengan mengingat senyuman-senyuman karyawan PMI Batam yang menyambut saya. Agak lumayan kali ini, karena mereka lagi berkumpul. Saya datang sekitar pukul 08 lewat sedikit. Biasanya, hanya disambut satu karyawan, sekarang ada empat. Rupanya mereka lagi bersiap-siap untuk ke Indosat, karena ada donor massal.
Saya rasa, senyuman mereka jika terus dipertahankan lebih manis lagi (aneh ini kalimatnya ya), maka pendonor aktif seperti saya akan semangat terus untuk datang. Dan tak tersentak sedikit pun, ''penyesalan''. Apalagi bila senyum dan sapa itu, tidak hanya banyak datangnya saat saya sudah benar-benar ''diambil'' darahnya saja.
Mungkin, bangsa kita memang harus lebih banyak memperbesar senyuman (termasuk saya, yang terkadang dianggap terlihat angker ini. hi..hi..). Bisa mencontoh negara tetangga Singapura lah. Perdana Menteri nya, malah serius menyampaikan soal senyuman ini di sidang kabinetnya (saya bisa lihat sidang itu, karena disiarkan ulang televisi Singapura). Lalu, juga diactionkan oleh pemerintah sana (tentu di televisi juga), bagaimana cara senyuman yang layak saat meladeni pembeli, nasabah atau pelanggan. Contoh yang saya ingat, saat penjual mie goreng melayani pembelinya. Berulang-ulang gambar itu diputar.
''Bapak minumnya mau Milo apa kacang hijau?'' tanya salah seorang karyawan PMI, yang bukan menstransfusi darah saya.
''Kacang hijau pakai kotakkan? Saya itu saja.''
''Mbak, saya mau langsung ke kantor,'' kata saya pada karyawan yang mengambil darah.
Dia lalu menyampaikan hal tersebut pada karyawan yang nanya kacang hijau tadi. Mirip di rumah makan saja, ya? ''Dibungkus aja,'' katanya pada temannya itu.
Saat menerima bungkusan. Ucapan terima kasih dan senyuman terdengar ramai saat mengantarkan saya keluar. Dan ketika dibuka, ada sebungkus mie instan. Inikah penambah layanan dan tak hanya sekedar senyuman? Entahlah, yang pasti, saya menikmatinya, karena memang sarapan pagi saya, tak lengkap kalau tak ada nasi goreng atau mie (pagi tadi malas bikin, cuma sarapan teh dan roti. Enak juga ada istri di rumah ya. Tanggal 18 Nov, nanti baru balik dari kampung). Jadilah saya kekenyangan, sehingga lambat menyelesaikan postingan ini.***
Rabu, November 14, 2007
Darah Penuh Senyuman
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar