Ganti Hati, Ganti Filosofi? ~ sebuah blog yang tahu diri

Selasa, November 13, 2007

Ganti Hati, Ganti Filosofi?

Hari ini akhirnya bisa membelikan buku yang benar-benar diminta orang tua saya. Ganti Hati, karya big bos pemilik perusahaan saya bekerja, Dahlan Iskan, -- ini baru satu perusahaannya -- masih ada ratusan lagi. Meski akan membaca ulang, saya tetap tidak akan ganti filosofi dalam menanggapinya. Wah!
Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Ya, saya lihat makin banyak yang terkagum pada Pak Dahlan. Kalau saya tidak! Karena, saya sudah lama kagum padanya. He..he..he...Sebelum bukunya sekarang diterbitkan dan didahului 33 tulisan bersambungnya di koran Grup Jawa Pos seluruh Indonesia, termasuk yang diterbitkan di Batam Pos, saya ''sudah tahu'' cara berpikirnya. Sekarang ini, bukunya memudahkan saya mengingat ulang apa saja yang diucapkannya dan apa yang dilaksanakannya.

Yang diucapkannya, tentu terekam ketika pernah mendengarnya ceramah di rapat redaktur atau rapat-rapat evaluasi keuangan dan RUPS saat saya telah jadi salah satu pimpinan Jawa Pos Grup. Yang dilaksanakannya -- ya, hasil dia sekaranglah dengan bisa memiliki banyak perusahaan. Atau, ya, bagaimana dia saya lihat bisa tidur di atas meja redaksi perwakilan Jawa Pos di Jakarta (tahun 1993), bukan justru tidur di kamar hotel yang empuk dan ber-AC. Atau bagaimana dia tak mau situasi formal-formal untuk melayaninya jika datang ke anak perusahaannya (Anda tentu tahu dia suka hanya bersepatu kets dan tas kresek saat berkeliling Indonesia).

Malahan, yang saya incar dari setiap rapat itu adalah, apa hal baru yang bakal diucapkan Pak Dahlan. Pikirannya seperti melompat ke depan, dibanding pikiran para pendengarnya. Bahkan bisa jadi, dibanding pikiran jutaan rakyat Indonesia. Saat pertama ikut rapat, saya sebagai sosok anak muda (mungkin salah satu termuda di level manajer di Jawa Pos Grup), kadang bertanya di hati, apa benar ini ya, bakal berlaku? Tapi, nyatanya, dia bisa membuktikan itu bisa.

Tak usahlah, saya sebutkan apa ''pikirannya melompat'' itu. Yang pasti, itu pantas dicoba untuk perusahaan kami masing-masing. Tapi itulah sayangnya, jika sudah lepas dari ''jangkauan'' beliau, maka kami pun menterjemahkannya masing-masing saat di perusahaan. Bisa jadi, malah belum tentu terlaksana, karena dalam satu perusahaan itu atau satu grup kecil (misalnya, saya di Riau Pos Grup), berbeda-beda pula ''mepersepsikan'' pikiran beliau. Maka, actionnya pun, jadi berbeda-beda pula, dan malah bisa jadi tanpa direspon sama sekali.

Apalagi, kalau dia sudah menyatakan. ''Ini contoh kasus ya. Belum tentu sama dengan di perusahaan Anda semua.'' begitu yang selalu diucapkannya. Artinya, kami punya hak sendiri menjalankan atau tidak sama sekali apa yang selalu ''disinyalkannya''. Oh ya, lebih tepatnya, dia selalu memberikan ''sinyal'' apa yang berlaku menurut pikirannya ke depan dalam menjalankan perusahaan.

Kalau untuk contoh yang ''nampak'', ''sinyal'' pikirannya yang melompat itu, ya, dari Jawa Pos sendirilah. Siapa yang pernah membayangkan, sebuah koran dari Surabaya (bukan ibu kota negara) menjadi gurita dengan memiliki koran di setiap ibu kota provinsi di Indonesia? Bahkan kini, kota kedua di setiap provinsi pun ada korannya? Baru-baru ini saja, mulai ditiru Kompas-Gramedia Grup kan?

Lalu saat orang lain, mau membuat koran di tiap daerah, Pak Dahlan malah sudah menggerakkan pasukannya membuat TV di setiap kota yang korannya sudah terkuat di sana?

Itu baru sebagian terlihat oleh orang banyak. Bagi saya, sudah lebih banyak dari itu. Tapi bukunya kali ini, telah membuka lagi hati saya, untuk mengingat apa yang pernah diucapkannya, dan apa yang sudah dijalankannya. Itu perlu bagi pribadi saya sendiri, dan bagi perusahaan yang masih diamanahkan pada saya. Tapi itu tak perlu berganti filosofi, karena bagi saya, Pak Dahlan sebenarnya tidak bekerja keras untuk apa yang dicapainya sekarang -- seperti banyak ditafsirkan orang setelah baca tulisannya --, tapi menurut saya, dia bekerja dengan kecerdasannya. Mungkin, gabungan kecerdasan otak dan ''hatinya''.

Yang ini saya simpulkan, setelah baca buku Quantum Ikhlas karya Erbe Sentanu. He..he...tak malu saya, menafsirkan buku yang lain. Atau sering dikiaskan oleh orang jika sebuah tim bola yang ''kuda hitam'' bisa menang, maka disebut, mereka bermain dengan ''hatinya''. Wuih, bagaimana pula Pak Dahlan nanti ya? Dengan hati yang lama dan ''penyakitan'' itu, sudah dahsyat, apalagi dengan hati baru ini ya?

Anda akan sependapat dengan saya, tetap saja kecerdasan otak dan ''hatinya'' yang membuat Beliau seperti saat ini. Simaklah berulang-ulang, apa yang ditulisnya dan beranikan juga ''hati'' Anda meresapinya. Berani mencoba? ***

NB 1: Untuk Pak Dahlan; yang paling terkesan saya Pak (ini karena mengingat tulisan Bapak soal doa), maka saya ingat doa Bapak pada saya, ketika hendak bertugas ke Bukittinggi tahun 1996. Saat itu, sudah dinihari, Bapak melihat ada tas dan koper di ruang redaksi Riau Pos di Jalan Kuantan, Pekanbaru. Dan bertanya, siapa yang mau berangkat. ''Selamat jalan ya. Semoga sukses!'' Pak, saya menantikan doa sukses Bapak itu, tidak sekedar air mengalir, tapi air mengalir yang deras. Bolehkan Pak?

NB 2: Maaf, bisa jadi Bapak lupa dengan saya. Tapi maaf pak, yang penting doa Bapak untuk saya...

Tidak ada komentar: