Peluang Intuisi Kesabaran ~ sebuah blog yang tahu diri

Senin, Mei 29, 2006

Peluang Intuisi Kesabaran

‘’Bakal seru! The Pesimist sees the difficulty at every opportunity. The optimist sees the opportunity at every difficulty.”

SAAT bersama teman-teman se-Jawa Pos Grup jumpa Wapres Jusuf Kalla (JK) 24 September lalu pukul 19.30 WIB, hati saya sebenarnya bangga bercampur miris. Bayangkan saja, saya bisa makan dan minum dalam piring dan gelas yang berlambangkan garuda dan tertulis ‘’Istana Wakil Presiden RI”. Ingin rasanya membawa pulang. Tapi di sisi lain, siapa yang tak tergetar hati ketika mendengar bensin bakal jadi Rp4.500 per liter?

Jadi, celutukan saya siang harinya saat masih di Batam dalam acara keluarga Batam Pos, saya akan menjumpai JK dengan membawa misi penurunan harga BBM, hanya gombal belaka. Saat JK meyakinkan kami semua BBM bakal naik sedemikian tingginya, terutama saya, sudah kekenyangan menikmati sop konro. Lalu ada ikan bakar yang pakai sambal terasi, dan lalapan potongan mangga muda. Belum lagi ikan teri yang didatangkan khusus dari Makassar sana. Tak kuasa lagi untuk bertanya, tak bisakah tak naik?

Belum lagi ditambah argumen-argumen JK yang ‘’memaksa” pikiran rasional kita mengangguk sendiri. Membenarkan apa yang dilontarkannya. Sungguh, JK jadi kombinasi seorang Wapres dan pedagang. Makanya, ketika cara berpikir itu dan analisanya soal BBM saya lemparkan ke seorang teman, maka jawabannya, SMS di atas tadi. Yang intinya; di mana ada kesulitan di situ ada peluang.

***
Rasanya kita memang memasuki lagi masa krismon. Namun krismon yang kita tetap banyak mendatangi mall-mall. Yang kita mungkin hanya sebentar ikutan dalam gaya penghematan. Bisa jadi hanya satu dua hari saja kita berhemat lampu, tak menghidupkan AC, atau ada yang berani coba-coba ‘’turun” dari mobil pribadi ke umum.

Seterusnya nanti, kita akan terbiasa. Biasa dengan harga BBM yang baru ini, dan biasa juga dengan dampak-dampaknya terhadap harga-harga kebutuhan kita yang lain. Selanjutnya secara tak kita sadari pula, kita menganggap – tentu suatu saat—harga-harga itu justru lebih murah. Itu terjadi ketika pemerintah lagi-lagi akan menaikkan BBM.

‘’Dalam bisnis seringkali Anda tdk punya waktu berpikir. Pekerjaan rumah banyak sekali. Anda harus mengandalkan intuisi yg bersih hambatan dari pikiran Anda.” Saya terima SMS ini, empat hari setelah jumpa JK. Kiriman dari ESQ reminder. Intuisi apalagi nak kita lakukan dengan harga BBM seperti itu? Yang tak kuat membeli minyak tanah, mungkin intuisinya bakal langsung mencari kayu bakar? Atau yang biasanya naik motor bakal membuat gerakan, separuh jalan ke kantor pakai motor, separuh lagi jalan kaki? Atau malam hari tak usah hidup listrik, tak usah nonton tv, langsung tidur saja?

Rasanya terserah, persepsi kita menemukan intuisi itu. Namun mungkin yang paling hebat tetaplah intuisi pedagang. Mungkin akan keluar alat penghemat bensin bagi motor dan mobil? Juga makin canggih, alat penyetel hemat listrik? Atau ditemukan ramuan pengganti cabe, tapi harganya jauh lebih murah?
***

Mengapa dinaikkan? Kita sebagai pengkonsumsi sebenarnya tak peduli alasan apa. Tapi naiknya kebutuhan primer, bagaimanapun pasti menyesakkan.

Namun mendengar JK menyebut angka-angka rasional perbandingan jumlah penduduk dengan pemakaian energi, lalu diceroki pula jumlah energi minyak dan gas kita ternyata tak milik kita sepenuhnya, maka peninglah kepala. Belum lagi ditambah, oknum pengelola minyak kita sedemikian korupnya.

Pening kepala itu, sudah diungkapkan banyak orang di berbagai tempat dengan mendemo. Tak terkecuali, momen pengumuman 1 Oktober dinilai kurang tepat. Beberapa hari kemudian puasa Ramadhan pula. Apa nak tega? ‘’Demo paling-paling sebulan, apalagi BBM-nya belum naik, demonya udah duluan.

Lalu tanggal 4 atau 5 udah puasa. Masak puasa tak bisa menahan sabar?” Hmm…untuk menghemat energi, saya tak akan merevisi tulisan ini pada 1 Oktober, cukup hingga 30 September 2005 pukul 08.57 WIB walau batas waktunya masih ada. (Batam Pos dan www.harianbatampos.com, kolom SMS Hati, Minggu, 02-Oktober-2005, 211 Klik)

Tidak ada komentar: