‘’Dlm HUT PGRI, Kalla tak terima dgn puisi guru yg sebut Negara lebih lindungi komodo. Guru jangan hina bangsa sendiri, ucapnya.”
Saya terima SMS di atas Minggu (27/11) pukul 12.51 WIB beberapa menit seusai menjadi moderator penyampaian resume rapat Ombudsman Riau Pos Grup di Hotel Pusako, Bukitttinggi, Sumatera Barat. Seusai acara, bersama rombongan konvoi menuju Pekanbaru menggunakan jalan darat. Pukul 17.15 WIB kami menyinggahi ‘’Bandrek House” – di pinggir hutan Kabupaten 50 Kota arah ke Pekanbaru – lokasinya mirip hutan Genting Higland.
Sambil menikmati menu bandrek lima dimensi, kami nikmati tayangan berita televisi yang menampilkan Wapres Jusuf Kalla pidato sambil marah-marah. Hmm, ini jadi pembenaran isi SMS tersebut.
‘’Kepala jasad M Salik, bomber Bali II akan dimakamkan di Jakarta. Pasalnya, Pemda Majalengka menolak Salik dikubur di kampungnya.” Yang ini diterima Senin (28/11) pukul 12.38 WIB saat hujan menghalang saya untuk survey ke mal-mal di Pekanbaru. Dua peristiwa yang diinfokan SMS kiriman Hallo Gold itu jadi ‘’modal” pembuka suara saat berjumpa ibunda dan dua teman lama.
Yang cepat direspon ibu soal guru. Ditimpali pula bual saya tentang Jusuf Kalla yang pernah dijumpai beberapa hari menjelang pengumuman kenaikan BBM. Ibu terkesan ‘’setuju” dengan Kalla. Tersebab, banyak para guru yang dikenalnya, rata-rata makmur hidupnya. Bahkan sudah seperti dosen, datang ke sekolah pas jam pelajaran saja. Tak perlu datang jam 7 pagi lagi.
Bagaimana dengan berita bom Bali? Yang ini sepertinya dibawa kesal, kok ada yang tega-tega beridiologi aneh begitu. Tapi peristiwanya menjadikan makin parah perekonomian dan ditambah kenaikan BBM. Yang naik BBM inilah, jadi perbincangan panjang saat bertemu dua teman lama satu almamater. Ya, kenaikan BBM berimbas pada usaha mereka yakni sebagai marketing asuransi dan penjual mie ayam.
Saya salut dengan teman penjual mie ayam. Gelar sarjana S-1 tak ada tampak sedikit pun saat dia meletakkan mie dan potongan-potongan ayam ke mangkok. Dari kaca etalase dia melirik calon pelanggannya. Saat dihidangkan, baru tahu, saya teman lama.
Meski hari hujan lebat, warung mie ayamnya ramai. Memang tak seramai bila hari terang benderang. Namun di situlah kesempatan untuk bertukar pikiran. Bagaimana dia berani memutuskan untuk tak bekerja pada siapa-siapa, melainkan pada dirinya sendiri. Menjadi pemilik, pemimimpin dan karyawan sendiri. Cuma yang bisa saya masuki dalam alam pikiran barunya hanyalah, bagaimana dia mendelegasikan tugasnya hingga ia bisa membuka satu dua cabang mie ayam lagi.
Semula dijawab dengan tak bisa. Takut rasanya beda. Pelayanannya beda. Diceritakannyalah, bagaimana dia punya pelanggan yang harus makan mie ayam di tempatnya, baru puas hati. Bila mie ayam dari tempat lain, maka ditolaknya. Namun setelah saya balik cerita perbandingan teman kuliah kami yang sekarang punya 36 toko mainan anak-anak dengan omset Rp1 miliar per bulan, barulah terbuka pikirannya.
Reaksi terbuka pikiran itu, malah bukan hanya sekedar bisnis mie ayam saja bakal dilakoninya. Juga bisnis pulsa dan bimbingan belajar. Bisnis pulsa karena dia telah lama memantau banyak anak kos sekitar rumahnya yang memiliki handphone, dan di rumah ibunya, masih ada ruang kosong bisa digunakan. Bimbingan belajar, karena calon istrinya, seorang guru dan masih ada ruang kosong lagi di rumah. Tersebab, kini hanya dia dan ibunya yang tinggal.
Lantas apa nasehat saya yang harus dilakukan pertama? Tentu jawabnya mudah, menikah dulu. Alasannya, banyak teman saya, baru niat menikah saja rezeki datang bertubi-tubi. Si teman pengusaha mie ayam itu tertawa ngakak.
Saya tersenyum geli mengingat ini semua. Kalla bereaksi cepat saat di acara formal, dan berani marah-marah pula. Eh, teman saya baru saya ‘’ceramahi” dari mengutip ceramah orang, juga segera bereaksi percaya diri. ‘’Udah tukar cincin aku,” tegasnya setelah menghentikan tawanya. ‘’Besok aku beli cat. Warna merah untuk jual pulsa cocok itu,” katanya pula.
‘’Bang, pa kbr? Kpn ada waktu kita discuss ttg bisnis. Oh ya, sy skrg pake no ini.” SMS ini diterima Rabu (30/11) pukul 14.55 WIB saat baru tiba di Batam lagi. Ya, rutinitas Batam dengan semua yang ‘’berbau” bisnis, masuk lagi. Dan SMS tersebut, baru terjawab di sela-sela menulis kolom ini. Hmm… (Batam Pos dan www.harianbatampos.com, kolom SMS Hati, Minggu, 04-Desember-2005, 163 Klik)
Senin, Mei 29, 2006
Bereaksi dan Tak Bereaksi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar