Natuna, Kelapa Muda dan Ikan Salai ~ sebuah blog yang tahu diri

Senin, Mei 29, 2006

Natuna, Kelapa Muda dan Ikan Salai

Pak, sblm ke Natuna, udah diproteksi family economic value-nya? Krn kapal terbang akhir2 ini byk yg bermasalah.”

PEMBACA setia mengingatkan via SMS pukul 17.30 WIB, Minggu,11 September 2005. Memang, dalam tulisan hari itu, saya menyebut berencana ke Ranai, ibukota Kabupaten Natuna. Dan bersama doa-doa lain yang tentu saja bukan sekedar SMS, telah menyelamatkan saya pergi 12 September dan kembalinya ke Batam empat hari kemudian.

Peristiwa jatuh dan banyaknya eror pesawat saban hari di bulan September memang membuat was-was. Apalagi yang dinaiki Fokker 50 milik Riau Airlines (RAL). Untuk pertama kali, saya naik pesawat menggunakan baling-baling. Tapi nyatanya, tak seperti banyak dibayangkan. Justru take off dan landing terlihat lebih mudah. Cuma saja memang harus ditambah banyak selipan doa dari bibir dan hati.

‘’Natuna seperti apa? Ada prospek bisnis yang tampak?” SMS seperti itu masuk dalam rentang waktu yang telat saat si pengirim menekan tuts HP-nya. Maklum, sinyal masih hilang timbul di sana. Lantas apa jawabannya? Bisnis, rasanya tetap ada saja di manapun. Tapi yang paling hebat sepertinya property atau minimal berdagang bahan bangunan. Betapa tidak, rumah PNS yang setingkat kepala bagian (Kabag) saja sudah seperti, malahan melebihi rumah-rumah di Dutamas atau Sukajadi, Batam.
‘’Seperti rumah tuan Takur,” kata Tarmizi, salah satu wartawan yang ikut ke sana. Tarmizi yang dikenal dengan Rumahitam-nya itu memang penggemar berat film-film Bollywood. Jadi dia tahu persis, megahnya rumah-rumah di film India tersebut.

Anda bisa bayangkan. Bahan bangunan saja didatangkan dari Pontianak, Kalimantan Barat. Atau pun kalau tidak, dari Tanjungpinang. Bayangkan jauhnya jarak. Kalau dari Tanjungpinang saja pakai kapal perlu waktu satu hari satu malam. Berapa besar ongkos bahan bangunan? Lalu rumahnya, sama persis dengan rumah pengusaha di Batam, berapa pula total biayanya?

Lebih hebat lagi dari Batam, rumah para Kabag itu bukan berderet-deret seperti rumah di Batam. Tapi saling terpisah. Malah ada yang halamannya saja, mendekati besarnya lapangan sepakbola. Namun jangan berprasangka negatif dulu. Bisa saja mereka begitu karena sebelum Natuna jadi kabupaten di tahun 2000, harga tanah hanya Rp5.000 per meter. Sekarang sudah mencapai Rp100.000 hingga 200.000 per meter. Atau ada juga pegawai negeri yang nyambi jadi peternak hingga memiliki ratusan kambing dan sapi. Atau bisa jadi, banyak yang memiliki kebun cengkeh.

Lalu Anda bayangkan juga, saat para pegawai itu di tahun 2000 hingga 2001 pergi ke kantor jalan kaki semua. Termasuk Kabag hingga kepala dinas. Maklum, belum dapat motor dinas. Dan saat kami datang, para Kabag sudah sekitar setahun lebih menggunakan mobil dinas baru. Kelihatannya lebih banyak Daihatsu Taruna. Saya merasa lain masuk di dalamnya. Karena sejak lima tahun di Batam, tak pernah ada Taruna yang saya naiki. Apalagi menaiki mobil yang benar-benar baru, karena di Batam dipenuhi second.

Apa yang saya gambarkan ini, yakinlah, mirip seperti Batam dahulu, saat tak ‘’dikenal”. Ketika banyak pegawai negeri takut dikirim ke sini di awal tahun 80-an hingga 90-an, termasuk bapak saya. Begitu juga hal sama dengan pegawai negeri di Natuna. Ada kecemasan semula. Tapi lambat laun, mereka menemukan seperti yang dialami di Batam. Ada rezeki lain yang akan menghampiri. Bahkan, bisa jadi keenakan di sana selamanya. Seperti salah satu famili saya yang bahkan mendapatkan suami orang sana hingga tak pernah lagi pulang kampung.

Tapi bakal majukah Natuna seperti yang akan dialami Batam? Rasanya ya. Ladang gas saja belum maksimal dieksploitasi. Tanah yang luas, masih bisa ditanami apa saja dan jadi tempat bangunan apa saja. Pantainya yang indah, bisa disanding dengan lapangan golf, resort dan lain-lain atraksi untuk menarik wisatawan. Dan lebih hebatnya lagi, ada gunung.

Baru kali ini saya temukan gambar-gambar kita saat diajari guru SD dulu gunung berdekatan dengan pantai, laut dan lahan pertanian bisa sekalian ada. Gunung Ranai menjulang yang puncaknya diselimuti asap putih. Pantai Tanjung yang putih bersih jauh lebih putih dari semua pantai di Bali apalagi Pattaya di Bangkok dengan ribuan pohon kelapa mengelilingi. Lalu lautnya biru dengan pemandangan laut lepas Cina Selatan, atau ada pulau terluar yang seperti ibu hamil lagi tiduran, Pulau Senua.

Sungguh indah! Sayang, nak minum air kelapa muda susahnya bukan main. Padahal di restoran tersebut, kelapa ada di atas kepala kita. Alasannya, karena tak ada yang manjat. Atau memang, kunjungan wisatawan jarang, sedangkan rata-rata penduduk sudah punya pohon kelapa sendiri, jadi air kelapa muda bukan minuman favorit seperti di Batam?

‘’Kalau banyak bawa ikan salai, kirim ke Pekanbaru.” Ini SMS dari ibu saya. Kalau tak dipesan di hari kedua kami berada di sana, ikan salai tak bisa kami bawa. Ternyata, tak ada spontanitas untuk terus berproduksi dan menjadikan ikan salai dari laut – biasanya ikan salai dari ikan air tawar — sebagai salah satu oleh-oleh bagi tamu.

Majunya Natuna kelak, sejahtera jugakah rakyatnya? Sepertinya, harus ada yang mengkreasikan kelapa dan ikan salai tadi sebagai pemicu contohnya. Ini tugas berat bagi Bupati Hamid Rizal untuk mencarinya. (Batam Pos dan www.harianbatampos.com, kolom SMS Hati, Minggu, 18-September-2005, 293 Klik)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Who knows where to download XRumer 5.0 Palladium?
Help, please. All recommend this program to effectively advertise on the Internet, this is the best program!

Anonim mengatakan...


Как можно исправить?
[url=http://neighbouringrights.ru/][color=#E4F4FE] [/color][/url]