Malu Hati ~ sebuah blog yang tahu diri

Senin, Mei 29, 2006

Malu Hati

‘’Apa kabar, De. Sehat? Bagaimana pekerjaannya? Masih kuat bersafari ramadan?”

BARU kali ini, saya merasakan betul manfaat SMS bernada seperti di atas. Biasanya saya anggap angin lalu saja. Utamanya tentang sehat. Setelah dua hari sempat sakit dan tak berpuasa karenanya, kata sehat dari SMS itu terasa jadi doa. Amien!

Tersebab itu pulalah, tulisan saya pekan lalu mungkin jadi ‘’aneh” bagi yang terus mengikuti alur beberapa pekan sebelumnya. Maaf pembaca, judul ‘’Ayahku Badut” pekan lalu itu telah terbit pada 8 Februari 2004 di Posmetro Batam. Saya terpaksa mengulang terbit lagi, karena pikiran saya tak mampu lagi berkompromi dengan kondisi tubuh yang menurun.

Namun uniknya, respon yang masuk sungguh banyak. Saya jadi malu hati sendiri dinasehati berbagai petatah petitih soal anak. Malah ada juga pembaca menyangka, saya ini sebenarnya ‘’pelarian” saja dari apa yang diberikan Tuhan. Atau juga ada yang menyelutuk, tak bisakah menulis yang lain saja dari luar kehidupan saya. Yang terakhir, mungkin susah saya hindari. Inilah ciri khas. Hm…

‘’Aku doakan lima tahun lagi dah bisa jadi caleg. Salut untuk safari ramadannya.” Ih, ini juga bikin malu hati. Tak ada niat acara safari Ramadan Batam Pos untuk target menjadi caleg. Wuih, jauh dari relung hati. Tapi mau tak mau, SMS itu ‘’termakan” hati juga. Karena itu, saya tak menghadirinya tiap malam. Dibuat bergiliran dari awak Batam Pos terutama redaksi.

Malah, masing-masing kami menemukan perjalanan batin yang berbeda-beda. Ada yang teringat saat masih di kampung sering tampil di mimbar masjid, grogi kini saat tampil. Atau ada juga yang tak pernah pegang mikropon di masjid sama sekali, mulai ‘’nagih” untuk kapan lagi tampil. Atau saya sendiri, yang paling tak bisa berpidato di depan umum, kabarnya, jadi pidato saya yang paling singkat dibanding teman-teman lainnya. Terlebih lagi seusai pidato, untuk pertama kali pula dalam hidup saya, sholat tarawih dan witirnya 23 rakaat.

Kami semua diajar malu hati, tak ada apa-apanya tanpa masyarakat pembaca. Karenanya wartawan harus terjun ke masyarakatnya. Menerima keluh kesah soal air, listrik bahkan BBM. Ini tentu saja kami dapatkan setelah diskusi seusai tarawih. Dan itu akan jadi perenungan dalam lagi untuk tahun depan. ‘’Bila perlu tiap malam dua masjid, bang!”.

Saya merenungi dalam hati soal dua masjid tiap malam itu. Tersebab, satu masjid tiap malam saja selama 25 hari, terus terang sudah ngos-ngosan. Baik biaya maupun tenaganya. Apalagi dua malam. Dan malah, rasanya safari Ramadan Batam Pos lah yang terlama dibanding tim safari lain.
***

‘’Benar juga tuh tulisan tentang harga bensin 4.500.” Ini juga SMS yang bikin malu hati. Mengingatkan saya tulisan tentang perjumpaan dengan Wapres Jusuf Kalla yang terbit sebelum harga BBM naik 1 Oktober. Saya makin malu hati karena tahu, tukang bakso langganan saya terlambat saya beritahu. Hingga dia tak bisa menyetok minyak tanah. Lalu saya yang tak bisa makan baksonya hingga jelang Ramadan tiba.

Baru hari kedelapan Ramadan dia jualan. Bakso yang gerobaknya diberi nama Juventus itu pun, membuat saya malu hati. Tersebab, ingin ‘’menolong” malah saya yang tak tertolong untuk mampu menahan perut dari kelebihan beban. Besok, dua harinya saya tumbang karena dehidrasi menyusul sering buang air. Terasa nikmat ketika SMS begini datang dalam tahap penyembuhan termasuk saat menulis ini. ‘’Gimana, dah sehatkan? Kapan THR diterima? Kapan teman dibagi?” (Batam Pos dan www.harianbatampos.com, kolom SMS Hati, Minggu 23-Oktober-2005, 349 Klik)

Tidak ada komentar: