Peluang Bisnis di MRT Singapura ~ sebuah blog yang tahu diri

Minggu, Januari 06, 2008

Peluang Bisnis di MRT Singapura

Photobucket
Akhir pekan yang sibuk. Jumat, jemput mak yang pulang naik haji. Sabtu ada perjalanan kuliah. Lalu minggu, sibuk membalas semua aktivitas untuk keluarga.

Mak sampai di Batam 4 Januari pukul 11.30 WIB. Tapi baru bisa kami temui di Asrama Haji Batam Center pada pukul 15.00 WIB. ''Jemput aja jam tiga. Lama lagi. Mak masih ngurus koper.''

Wah, berat juga apa yang mak bawa. Saya tak terbayangkan, begitu kuatnya mak beribadah di Arab Saudi sana. Bawaannya lima liter air zam-zam, ditambah dua tasnya saja, sudah bukan main beratnya untuk usia dia di atas 50. Saya saja, sudah berat mengangkatnya saat mak kami ''culik'' untuk singgah dulu ke rumah saya dan adik, yang berlokasi sama di Tiban.

Kurang beberapa menit pukul sembilan malam, mak sudah kami kembalikan lagi ke asrama. Setelah mencicipi Bakso Lapangan Tembak di Mega Mall, dan sekalian menukarkan sisa uang riyalnya. ''Dah pulanglah kalian. Besok jangan antar lagi ke bandara.''

Hmm...saya pun tak punya waktu Sabtu-nya. Subuh sudah bangun, untuk siap-siap menuju Singapura via Harbour Bay, Batu Ampar. Meski berangkat jam 8, tapi karena berombongan ada 12 orang, tentu harus ada yang koordinir. Nah, yang koordinir itu, berdekatan dengan rumah saya. Jadi, saya juga harus ikutan lebih pagi. Apalagi, istri dan anak-anak mengiringi mengantar ke Harbour, karena supir yang bisa dimintai tolong, pagi itu menikahkan adiknya.

''Mak sudah di bandara.'' Itu balasan SMS mak, ketika saya mengabarkan padanya sudah berada di gedung Kantor Pos Besar Singapura, tempat saya kuliah tepat pukul 10 WIB (saya tak mengubah jam, meski waktu Singapura lebih cepat satu jam).

Nah, sebelum kuliah benaran, saat dijemput di Harbour Front Singapura, kami berombongan dikuliahi cara naik MRT. Itu, kereta api bawah tanahnya Singapura. Bagaimana membeli tiket di mesin yang mirip ATM. Lalu membaca peta, dan ke mana saat berpindah dari satu MRT ke MRT lain.

Saya membayangkan, kalau bawa anak naik MRT ini bisa kasihan. Selain bisa jadi nanti agak bingung, dan berjalan kaki mencari MRT nya anak bisa capek, lebih baik suatu saat saya naiki berdua istri saja. Ternyata juga banyak yang berpendapat sama. ''Kalau kuliah lagi ke Singapura, bolehlah dicoba. Tapi bawa keluarga, hmm...''

Tapi sepertinya warga Singapura, melupakan peluang bisnis besar di dalam MRT. Yakni, ngamen dan jual makanan. ''Iya juga ya, ada peluang bisnis. Kalau di Indonesia, udah banyak nih yang ngamen di sini.'' Hmm...lebih pintarkah kita, atau tidak patuhkah kita pada disiplin kegunaan suatu media transportasi?

Dari Harbour Front ke Paya Lebar tempat gedung yang kami tuju. Sepertinya sekitar 15 kilometer. Ada dua kali naik MRT. Tapi bayarannya satu kali saja, 2,7 dolar Sing. (Kalau naik taksi, bisa kena 15 dolar Sing). Malah, Syaiful Nizam yang menjemput kami, masih bisa dapat lagi kembaliannya setelah sampai di stasiun Paya Lebar. Dimasukkannya kartu magnetik itu lagi, recehan keluar lagi. Sungguh berharga sekali recehan di negeri yang kaya itu.



NB: Mak sampai di rumahnya di Pekanbaru pukul 14.00 WIB. Katanya beliau yang duluan bisa kabur dari Bandara Sultan Syarif Kasim. Dia memang cekatan mengenali tas dan kopernya karena ditandai khusus dengan cangkir. Sampai di rumah, sambutan luar biasa, katanya. Diumumkan di masjid, lalu tetangga berbaris dari jalan tempat turun mobil (rumahnya masuk gang). Lalu tamu tak henti silih berganti datang. ''Kue banyak, lauk banyak, diantar famili dan tetangga,'' katanya. Saya hanya berucap syukur ketika tahu semua cerita itu dari istri, ketika sampai di Batam lagi tepat pukul 10 malam.

1 komentar:

Hidayatullah mengatakan...

kirain peluang bisnis apaan, pak.. ternyata........
ahh.....
doa buat sang ibu, semoga menjadi hajjah mabrur(ah).
kalo pulang ke pekanbaru, salam buat teleju ya, pak 8-),