Minggu sore 21 Mei 2006. Saya menjadi salah satu dari ratusan calon penumpang yang selamat mencapai Bandara Soekarno-Hatta. Hari itu, jutaan massa berdemo mendukung RUU-APP. Di sebagian besar Jakarta, jalanan macet. Tepat jam 11.30 WIB jalan memotong di depan Hotel Ibis Slipi terbuka, di situlah lempang jalan membuat supir yakin setengah jam sampai ke Cengkareng.
Meski jam kepulangan saya yang diburu 16.45 WIB, tapi karena teknologi reservasi online telah menetapkan saya diberi limit hingga pukul 12.00 WIB untuk bayar tiket, maka inilah harus dilakoni. Tepat waktu memang, meski harus ngos-ngosan mencapai loket tiket Garuda. Lalu apa yang bisa dilakukan menunggu empat jam?
Di bandara ini, biasanya saya bisa melihat wajah artis bersileweran. Tapi hari itu tak ada satu pun. Mungkin mereka takut keluar rumah, karena bukan pendukung RUU-APP. Yang saya ‘’temukan’’ hanya suami Moudy Koesnaedi, Erik Meijer yang juga pimpinan Telkomsel itu. Selebihnya tak ada. Hanya bisa ikut antri, membeli Roti Boy, yang kini jadi ngetren di Jakarta.
Tapi saat berada di ruang tunggu F2, saya menemukan lagi adrenalin mimpi-mimpi saya tentang sepak bola. Wuih, ternyata saya satu ruang tunggu dengan tim anggota Divisi Utama. ‘’Meski hanya’’ Persijap Jepara, tapi bagaimanapun ini kelasnya berbeda dengan PS Batam. Bahkan, inilah tim yang pernah ‘’didatangi’’ Yance Manusiwa, mantan pemain PS Batam untuk berlaga di setengah musim kompetisi.
Para pemain tim yang ‘’hanya’’ kita kenal karena ukirannya itu, memakai kostum seragam. Berwarna merah, dengan inisial dua huruf nama mereka masing-masing. Saya membayangkan, Yance pasti pakai YM. Atau saya beranikan bermimpi, kalau PS Batam lolos Divis Utama. M Arnold pakai MA, Suyet Komar pakai SK. Atau yang hanya satu nama seperti kapten Syahlan, pakai Sy. Atau Edi Nurdin sang pelatih pakai EN seperti Rudi Kelces pelatih Persijap dengan RK.
Kemudian saya membayangkan, satu pesawat dengan Persijap itu. Saya akan berdekatan kursi dengan RK yang wajahnya mirip paman saya. Tapi sayang, mereka justru terbang ke Palembang bukan ke Batam.
Buyarlah bayangan dan mimpi saya merasakan terus ‘’aroma’’ bau badan anggota Divisi Utama itu. Yang terbau hanya aroma Roti Boy yang saya tenteng dan ditenteng sebagian besar penumpang yang ada di F2.
Tapi saya yakin, tim PS Batam yang kini berada di Palembang telah merasakan juga aroma Divisi Utama dan Divisi I. Kota pempek itu punya Sriwijaya FC (Divisi Utama), dan PS Palembang (Divisi I). Bahkan mereka juga merasakan lapangan yang dimainkan dua tim tersebut, Stadion Bumi Sriwijaya. Dan juga merasakan ‘’diusir’’ dari stadion itu, karena dipakai tim berlevel tinggi tersebut. Hingga kompetisi Divisi II Wilayah I A harus dimainkan di Stadion Patra Jaya.
Dan aroma Divisi I bisa didapat saat ini, tanpa perlu menunggu tahun depan. Lolos dulu dua besar Wilayah I A yang berarti masuk 16 besar Divisi II nasional. Lalu bertempur pula dengan tim sama PSLS Lhokseumawe – kandidat kuat juara I A—serta dua tim lain dari Wilayah I B yang masih tim Sumatera antara Persih Tembilahan, Persires Rengat atau PSAP Sigli. Jadi dua besar saja di antara mereka, maka tahun depan Stadion Temenggung Abdul Djamal bergetar dengan kompetisi Divisi I Liga Indonesia sekaligus Coppa Indonesia. Mimpi yang nyaris berlaku sama, ketika saya menjadi reporter olahraga Riau Pos Pekanbaru melihat perjuangan PSPS dari Divisi II, Divisi I hingga Divisi Utama.
Wuih….adakah Ahmad Dahlan, Walikota Batam yang juga Ketua Umum Pengcab PSSI Batam bermimpi seperti saya?
(diterbitkan Posmetro Batam, 30 Mei 2006 dalam kolom Cakap Bola)
Kamis, Juni 01, 2006
Mimpi Saya Sudah Dekat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar