Hang Tuah yang Menghilang (Lagi?) ~ sebuah blog yang tahu diri

Minggu, September 21, 2008

Hang Tuah yang Menghilang (Lagi?)

Hari ini, dimulai dari pagi saya tiba-tiba teringat Hang Tuah. Baik sebagai nama seorang hero di zaman kerajaan Melayu dulu, maupun sudah berbentuk nama stadion dan jalan di Pekanbaru. Tapi anehnya, saya punya kesimpulan sama, Hang Tuah, ''berbentuk'' apapun, akan menghilang. Mengapa?

Entahlah, saya sendiri tak paham. Maka ketika agak siangan, saya jumpa file Hang Tuah di wikipedia, hati saya makin ''meredam''. Hang Tuah, memang dikisahkan di situ, menghilang setelah membunuh sahabatnya Hang Nadim. Ini pun tersebab, karena Hang Tuah, telah ''diperdaya'' raja.

Di kalimat terakhir di wiki itu, tersebut, nama Hang Tuah juga pernah dilekatkan pada nama kapal perang. Dan ketika saya klik, ternyata dapatlah data, kapal perang itu telah tenggelam di tahun 1958 dalam sebuah serangan pemberontak.

Saat saya ketik, kalimat Stadion Hang Tuah, tak ada datanya di wikipedia. Tapi saat diketik di google, muncul yang tak sesuai ''keinginan rindu'' saya. Tersebab, yang muncul malah Stadium Hang Tuah di Malaka, Malaysia. Baru saat sekarang saya tahu, ada nama stadion yang sama, dengan di Pekanbaru, tempat saya dibesarkan. Maka, teringat pula saya ''bual-bual orang tua'', bahwa nama Hang Tuah, memang diperebutkan orang Riau dan Malaysia.

Lalu saya ketikkan lagi di google, Stadion Hang Tuah Pekanbaru, maka muncullah yang ''sebenarnya''. Tapi yang telah berwujud dengan kata, ''telah dirubuhkan'', ''telah diratakan'', atau kalimat lain, yang menghilangkan Stadion Hang Tuah Pekanbaru, dari wujudnya. Teringatlah saya lagi, ternyata itu sudah mulai diratakan sejak tahun 2001, ketika saya sudah berpindah tugas di Batam selama satu tahun.

Ya, mungkin, kehilangan Hang Tuah versi saya, adalah kehilangan tempat di mana saya pertama kali meniti karir sebagai reporter olahraga Riau Pos. Stadion itulah, yang membuat saya ''dikenal'' pedagang kaki lima, calo-calo tiket, tukang parkir, pengurus bola se-Pekanbaru beserta pemain bolanya. Stadion yang membuat saya mudah mencari berita, hingga honor gaji saya di tahun 1992 mencapai Rp60.000 per bulannya. Honor yang bikin bangga anak kampung yang bisa kuliah sambil kerja. Meskipun, honor itu, tak pernah membantu orang tua untuk meringankan biaya kuliah, karena biaya kuliah tetap dibayar orang tua, he..he...

Stadion yang saya kenal sejak masih TK, ketika ibu guru membawa kami mengenal tempat-tempat publik. Masih ingat saat makan di bangku stadionnya yang kayu. Atau memori teringat lagi, saat mencuri masuk stadion dengan memanjatnya, untuk menonton pemain nasional bermain. Atau ketika, saya memberanikan diri berjalan di pinggir lapangan untuk membawa fotograper Riau Pos yang ''pemalu'' agar berdiri dekat tiang gawang, hingga bisa didapatkan gambar yang bagus.

Stadion bernama Hang Tuah itulah, yang bikin saya tersenyum tersipu, ketika pelatih bola saya wawancarai lari ketakutan. Padahal, klubnya menang. Beberapa tahun kemudian, tahulah saya, rupanya pelatih itu memang anti dengan wartawan, maklum, sang pelatih adalah karyawan Bea Cukai, yang selalu diperas wartawan bodong.

Kini stadion itu telah diratakan, malah sejak tahun 2001. Tapi jika pulang kampung ke Pekanbaru, rasanya, saya sendirilah ''yang merindukan''. ''Kok dibiarkan terbuka begitu saja Mak, lapangan itu.'' Emak saya tak bisa menjawab. Tapi, dia tahu, saya masih ''merindukan'' sosok lama stadion itu.

Lantas, mengapa saya teringat Hang Tuah lagi? Bukankah, kota Pekanbaru saja sudah sejak tahun 2000 saya tinggalkan? Bahkan saya pun pernah mengunjungi rumah dan sumur yang katanya milik Hang Tuah, di Malaka sana?

Mungkin pengharapan saya berlebih pada sosok nama Hang Tuah yang ada di Batam. Di sini ada sebuah yayasan yang mengelola lembaga pendidikan dari TK hingga SMA dan SMK bernama Hang Tuah. Yayasan ini juga memiliki unit usaha, mulai dari mini market, warnet, travel hingga klinik kesehatan. Bahkan sekolah ini pun, mampu berbiaya murah, tapi tidak murahan. Semoga sekolah ini mampu terus hidup, dan tidak ''menghilang'' sebagaimana Hang Tuah, yang sebenarnya.

Hmm...sepertinya, apakah benar, saya merindukan Hang Tuah karena itu ya? Sudahlah, tak pandai lagi saya mendeskripsikannya...

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Bang Ade.. Salam nih...

Mantap bang

Anonim mengatakan...

Bang Ade.. Salam nih...

Mantap bang

he2..salah pake id tadi..he2