Belakangan ini, jantung saya sering berdebar bila mendekati jam makan siang. Takut tak ketemu nasi. Maklum, banyak yang ngajak makan siang, restorannya belum pernah saya datangi. Meski makan apa saja bisa, bila tak ada nasi, itu yang bikin sakit maag kambuh.
‘’Bisa gak makan siang dipercepat? Sebelum jumatan ini.’’ Ini salah satu SMS yang diterima. Sayangnya, saat itu lagi sibuk-sibuknya membuat persentase untuk laporan triwulanan. Pikiran saya hanya satu, solat Jumat dekat masjid di rumah saja, pulangnya singgah ke mini market lalu beli eskrim. Terlanjur janji dengan dua buah hati.
Di lain waktu, ada pula yang bikin janjian ketemu, tapi saya harus bersabar dua hari untuk menunggu waktunya. Makan siang atau tidak, ya? ‘’Bpk A ingin berkenalan dg bpk. Beliau punya jadwal senin, pak ade bisa?’’ Walah mak, hari Senin. Saya ragu dengan hari ini untuk berenjoi-enjoi. Padahal, istri saya juga suka ngajak nomat (nonton hemat) di Bioskop 21 pada hari itu, selalu ditolak. Senin, justru hari sibuk. Rapat dan evaluasi lihat kinerja sepekan, itu yang dijalani.
Akhirnya, jadilah janjian hari Senin dengan Bpk A. Saya diminta datang jam 10. Dikebut rapat di kantor jam 9, agar selisih waktu 15 menit bisa dijangkau. Apa lacur, rapatnya justru seru. Dan sampai di kantor Bpk A, tepat pukul 10.35 WIB. Berbual-bual., akhirnya, lewat juga jam 12.30. Tak ada makan siang, hanya secangkir teh manis yang tak habis-habis saya hirup.
Meski demikian, saya dapat kalimat yang bagus darinya, belut dalam oli. Ini bagi saya peribahasa baru, selain pandai berminyak air. Tapi ini belut, yang sudah licin, bisa pula hidup dalam oli yang memang licin. Bagaimana sih membayangkannya?
‘’Sama aja semua. Aktivis n birokrat korup juga. Tuh buktinya mulyana.’’ Betul juga pengirim SMS ini. Belum lagi nama Farid Faqih. Memang belum terbukti di pengadilan, tapi kredibilitas mereka sudah jatuh di mata masyarakat. Lalu juga, makin mencibirlah banyak orang pada kredibilitas teman-teman seperjuangan mereka.
Ini yang belut? Kelihatan pandai berkelit, nyatanya bobroknya terbongkar saat zaman sudah reformasi tujuh tahun? Ataukah bisa juga belut dalam oli, kita tujukan kepada yang tiba-tiba ingin maju di pilkada? ‘’Ass. Mhn bimbingan dan nasehatnya serta doanya, saya diamanahkan oleh … utk menjadi pelayan masyarakat sbg calon bupati …, wass.’’ Titik-titik tersebut nama partai dan kota/kabupaten, sengaja saya rahasiakan. Tapi ini bukan langsung dari yang mau maju, tapi dari temannya, yang kebetulan kolega saya juga.
Saya balas SMS tersebut dengan kata Amien. Mudah-mudahan, teman satu ini bukan belut dalam oli, yang pasti aman meraih cita-cita pilkadanya, meski orang tahu banyak kesalahannya. Semoga yang ini, memang pantas diamanahkan.‘’Ibnu Umar ra: Sabda Nabi: Seorang kepala pemerintah adalah pemimpin manusia dan dia akan bertanggungjawab terhadap rakyatnya (B/M)’’ Saya jadi terenyuh dengan SMS dari Alquran seluler ini. Betapa tidak, yang terjadi justru saat kampanye hati rakyat direbut, sesudah itu hati rakyat remuk. Pertanggungjawaban? Hanya dinikmati oleh perwakilan hati rakyat yang direbut dan diremuk itu. Astagfirullah, kita sudah melanggar titah Nabi!
Saya tak bisa menutup tulisan ini segera, karena HP butut berbunyi nada SMS masuk. ‘’Rifa dibawa arisan, lalu nanti kami tunggu di DC Mall. Makan siang di enam ribuan saja. Jgn lupa bw taya.’’ Istri yang SMS. Saya jadi malu sendiri, untuk keluarga ‘’hanya kelas enam ribuan’’ – meski sebenarnya naik seribu dari sebelumnya lima ribu dengan menu pilihan pecel lele atau ayam penyet. Juga jadi ingat, belut di Hypermart tak dibeli karena kemahalan dan ganti oli, hanya yang kelas ‘’standard’’. Ikhtiarnya, semoga tak terjerumus dalam oli yang ada belutnya.
***(ade adran syahlan, saran dan kritik SMS ke 0811777697 atau email aderiau@yahoo.com)
Terbit di Batam Pos dalam SMS Hati, Minggu 24 April 2005. klik www.harianbatampos.com
Selasa, Juli 05, 2005
Belut dalam Oli
Ketuk Palu
Saya sangat jauh dari pertemanan orang-orang birokrat, meski orang tua pegawai negeri ‘’paling setia’’ di Kantor Gubernur Riau, Pekanbaru. Sejak kecil saya memantau, ada saja pekerjaan kantor dibawa ayah pulang dan dikerjakan hingga saya terlelap menunggu. Atau ketika saya sudah jadi reporter, pulang dinihari ke rumah, belia juga setia dengan PR-nya dan menjadi mudah baginya untuk membukakan pintu bagi saya.
Artinya, hanya ayah seoranglah jadi ‘’teman’’ birokrat yang saya kenal. Pegawai rendahan lagi. Tapi saya tetap bangga, karena apapun yang akan dibaca Gubernur Riau -- mulai dari Arifin Ahmad hingga Saleh Djasit – ayah memilihnya. Tentu saja ‘’isi kepala’’ gubernur bisa saya ketahui, karena ayah mengemasnya dalam kliping yang sangat rapi.
Memori tentang ‘’perjuangan setia’’ tersebut, terkuak lagi kini. Tersebab, saya bisa seharian rapat di Kantor Gubernur Provinsi Kepri di Sekupang, Batam. Bukanlah saya jadi orang birokrat, melainkan ada PR yang diberikan Penjabat Gubernur Kepri Ismeth Abdullah sejak 31 Desember 2004 untuk saya dan lima teman-teman independen lainnya. Kami ditugasi menjadi perekrut calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID).
‘’Ini baru berubah. Dah dkt dg pejabat.’’ SMS semacam ini saya terima sering belakangan ini. Teman yang kirim, tahu betul saya seperti apa sejak memulai karir jurnalistik di Pekanbaru. Nara sumber saya, paling-paling pemain atau pelatih bola. ‘’Ada terkait pilkada, asyik berlama-lama di ktr gub?’’ Ehem…
Ini memang bunyi yang bisa menandakan diam, juga bisa perut berbunyi mempertegas rasa lapar. Dah mendekati cara kerja birokrat, itulah yang didapat. Kami berenam harus faham dengan segala ‘’keprihatinan’’ yang diembel-embeli pula oleh ‘’pengkambinghitaman’’ pada institusi lain. ‘’Belum ketuk palu, jadi anggaran kita susah direalisasikan.’’ Hal semacam ini, jadi sering kami dengar, saat tiba makan siang atau makan malam.
Untunglah saya punya abang yang pernah jadi pembimbing meniti karir, kini sudah jadi anggota DPRD Provinsi Kepri. Saya deskriptifkanlah, apa yang dialami tentang belum ketuk palu yang mempengaruhi ‘’kampung tengah’’. Jawaban dari si abang, memang membuat perut ini makin keroncongan, karena harus bersabar.
‘’Masalah dana honor krisis, saya minta mrk selesaikan itu dulu.’’ Saya terima SMS ini dari salah seorang anggota tim independen di perekrutan KPID, 12 April 2005 08:31 WIB. Pertanda lagi, kesabaran harus berbuah perjuangan. Sebagai salah satu yang termuda dalam tim, saya pun harus ikutan.
***
‘’Wawancara Asman oke.’’ Yang ini, justru buah dari perjuangan penuh kesabaran hingga bisa beralih atau memainkan kedua-duanya, pengusaha yang birokrat atau birokrat yang pengusaha. Entah mungkin orang banyak membantah apakah seorang anggota dewan juga birokrat, yang pasti mereka sama kompak untuk mengetuk palu atau tidak mengenai anggaran.
Tapi bicara Asman Abnur yang mantan wakil wali kota Batam dan telah jadi anggota DPR-RI, lalu terpilih pula sebagai Bendahara Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN), cocoklah dengan SMS ini. ‘’Ada tak ide, bisa bantu dana untuk PS Batam?’’
Anda yang tak hobi bola, bolehlah diterangkan. PS Batam merupakan induk organisasi sepak bola di Batam yang dibawah naungan KONI Batam. Dan organisasi ini pernah dipimpin Asman sebagai ketua umum. Asman pun pernah bercita-cita akan membawa pemain asing untuk memeriahkan sepakbola di kota industri ini. Nyatanya, jangankan pemain asing, posisi ketua umum Asman saja hingga kini dibiarkannya kosong dan PR bagi mereka yang kini ditinggalkan.
Mimpi saya – ada tim sepak bola hebat di Batam -- jadi PR beku, yang lama menemukan pemimpin berani. Berani memanfaatkan palu birokrasinya untuk memecahkan mimpi rakyat menjadi nyata. Tapi saya hanya mengingatkan ini melalui SMS kiriman Alquran seluler, 14 April 2005 pukul 14.00 WIB: ‘’Ibnu Umar ra: Sabda Nabi: Ketahuilah! Kamu semua adalah pemimpin dan kamu semua akan diminta pertanggungjawaban thd yang dipimpinnya.’’ Nah!*** ***(ade adran syahlan, saran dan kritik SMS ke 0811777697 atau email aderiau@yahoo.com)
pernah diterbitkan di Batam Pos, klik www.harianbatampos.com
Sabtu, Mei 21, 2005
Kontak Batin Chelsea
SEBENARNYA saya ingin ‘’melupakan’’ sepakbola. Tapi tak bisa. Itu juga yang ‘’menghantui’’ hidup dan karir. Setiap hari, dua kali saya dikirimi SMS oleh BSLsoccer. Belum lagi, sekali sebulan, dapat jatah tabloid gratis Soccer dari Yogyakarta.
Apa nak lari juga dari bola? ‘’Jose Mourinho tak blh berada di pinggir lapang saat lwn B Munich di Liga Champion, itu hukuman UEFA ttg kasus wasit Anders Frisk. Selain itu mrk kena denda’’. SMS itu saya terima pada 1 April 2005 pukul 08.02.39.
Info lain yang saya dapat, Mourinho bukan saja tak boleh muncul di stadion, juga tidak boleh melakukan kontak dengan timnya. Hukuman itu diperoleh akibat tuduhannya kepada pelatih Barcelona Frank Rijkaard yang melakukan pembicaraan dengan wasit Anders Frisk (Swedia) pada partai 16 besar lalu yang diindikasikan ‘’ada suap’’. Frisk sendiri lalu tabik dari dunia perwasitan.
Saya sebenarnya sudah ‘’tak terlalu ikut’’ dengan kisah Mourinho yang justru sering ditampilkan di Batam Pos. Saya baru tergerak membaca, justru setelah SMS tersebut. Baru jadi terkesan, inilah pelatih baru berkelas dunia yang sangat berkarakter. Bayangkan saja, suara kerasnya di pinggir lapangan yang mencaci wasit bahkan melawan penonton menjadi bumbu saat mengarahkan pemainnya. Dan justru hal tersebut sering dianggap pelecut emosional oleh anak asuhnya.
Saya kutipkan kata-kata salah satu mereka, Claude Makalele. ‘’Ketidakhadiran Jose (Mourinho) tidak akan berdampak pada kami walaupun itu mungkin sebuah kerugian. Kami selama ini bisa memahami apa yang dia inginkan saat ia berada di pinggir lapangan. Kami memang memerlukannya untuk memberikan kami arahan.’’
Dan Kamis dinihari memang membuktikan lain, Chelsea justru menang 4-2. Tapi tampaknya pernyataan asisten manajer Chelsea Baltemar Brito bahwa Jose berada di tempat khusus yang tenang dan tak akan melakukan kontak dengan tim, akan dipertanyakan. Zaman canggih ini, apa yang tak bisa dilakukan dengan alat komunikasi?
Terus terang, meneruskan alinea berikut, saya menunggu hasil Chelsea versus Munich. Tapi saya yakini ada kaitannya dengan SMS yang saya terima berikut ini. ‘’Alhamdulillah. Anak ketiga kami (seorang putri) sudah lahir dengan selamat hari ini, Senin (28/3). Pukul 07.10 WIB. Terima kasih atas doanya selama ini.’’
Saya terima SMS ini pukul 07.55 WIB plus 49 detik, tanggal 28 Maret. Hebat, dalam kurun waktu 45 menit dia masih mengingat saya yang menanti kelahiran anak antara hidup dan mati. Angka yang fantastis untuk berkontak saat separuh babak pertama sepak bola dimainkan. Teman saya yang dapat anak tersebut mungkin mengabarkan itu dengan penuh ikhlas. Bisa jadi dia melakoni SMS dari Alquran Seluler yang pernah saya terima. ‘’Abu Musa Ra: Rosul bersabda: (Dalam berdakwah) Sampaikanlah kabar gembira dan jangan menakut-nakuti. Permudahlah dan jangan menyusahkan.’’ Tapi pesan kelahiran anak tadi juga dakwah?
Lantas benarkah Mourinho mengontak anak asuhnya, padahal itu dilarang UEFA? Mungkin tidak. Karena saya yakin, mereka lebih suka kontak batin. "Tim ini sudah siap. Begitu pula seluruh staf. Saya memang tak bisa berkomunikasi dengan pemain selama pertandingan. Namun, karena selama ini kami selalu bekerja dan berlatih bersama, tentu pemain akan memahami jalan pikiran saya dan apa yang saya rasakan," papar Mourinho.
Ah…kalau seperti ini, saya benar-benar tak bisa melupakan sepakbola. Dan terngiang-ngiang kata-kata mendiang Paus Yohanes Paulus II; dalam sepakbola Tuhan tidak berpihak. Sungguh benar adanya! ***(ade adran syahlan, saran dan kritik SMS ke 0811777697 atau email aderiau@yahoo.com)
(Terbit di Batam Pos, 10 April 2005 dalam kolom SMS HATI)
Pahlawan Huzrin Hood
‘’Bos, Huzrin bebas Senin.’’
Siapa tak terkejut menerima SMS begini. Tepat pukul 23.00 malam, Jumat 25 Maret 2005 pula. Direply-lah SMS tersebut ke ‘’pasukan’’. Ada yang balas, siap mencari faktanya, ada juga tidak. ‘’Secara politik, dia akan terus terpenjara.’’
Wuih…puitis nian SMS-nya. Bulu kuduk pun berdiri. Persis sama saat akhir Februari lalu saya pulang ke rumah orang tua di Pekanbaru. Riau TV menayangkan dialog interaktif tentang PSPS Pekanbaru. Saya pun masuk memperkenalkan diri dan mengeluarkan optimisme, tim ini bakal lebih hebat dari tahun sebelumnya, karena pelatihnya sendiri Rully Nere yang memilih pemain, tidak seperti nasib pelatih terdahulu.
Tak dinyana, jawaban salah satu nara sumber, Suherman mengejutkan. ‘’Ini dia yang lama saya tunggu. Ini salah satu pahlawan PSPS. Saya saja yang pengurus PSPS tak ikut mengangkat meja panitia untuk menggelar pertandingan. Tapi beliau, belum kami datang, dia sudah datang sebagai wartawan olahraga sekaligus pecinta PSPS.’’
Lalu datanglah SMS seusai suara saya muncul di TV milik Riau Pos Grup itu. ‘’Lagi ngapa di pku. Kpn pulang?’’ Saya yang sudah banyak menghapus nomor HP teman, hanya tertegun. Tapi si teman tak sabar, langsung nelpon. Lalu ngarol-ngidul. Bulu kuduk saya benar-benar berdiri. Peta sudah berubah. Atmosfir tak lagi seperti saya ‘’berjuang’’ mereportasekan PSPS yang merangkak dari divisi kampung ke divisi elit seperti saat ini.
Ya, zaman sudah berubah. Begitu juga sesampai lagi di Batam dengan amanah yang berat saya panggul. Apatah lagi acara peresmiannya di Pekanbaru itu pakai jas segala dan disaksikan istri tercinta. Dan seumur hidup, saya belum punya jas sendiri. Benda SMS-lah yang membantu mendapatkan pinjamannya. ‘’Ya, nanti aku antarkan ke rumah ibumu. Masih di Gobah, kan?’’
Berubah dari biasa pakai baju lengan pendek ke lengan panjang. Biasa ke kantor pakai sandal, ditukar ke sepatu. Sungguh memberatkan. Biasanya segala ide segera diactionkan, sekarang lebih banyak direnungkan. Benar…benar memerlukan kesabaran.
Untunglah ada SMS yang menyejukkan sekaligus membangkitkan. Hebatnya, dari orang-orang yang ahli marketing dan manajemen. ‘’Udah mulai berubah sekarang, ya, produknya.’’ Ini SMS dari orang yang pergaulan dengan siapa saja luas. Malahan istrinya pun bukan orang pribumi asli.
‘’Usaha seumur 6 th, emang lamban n sulit berubah. Bpk yg harus mengubah diri dulu. Beri wktu dekati kary. Sempatkan tepuk punggungnya. Hanya itu, kok.’’ Alamak, hanya itu resepnya? Ini SMS kembali merindingkan bulu kuduk, terlebih lagi dari seseorang yang lagi naik daun karena bukunya best seller.
Belantara yang dimasuki perubahan, memang sulit tertunduk. Kerja keras dan kesabaran yang akan meletihkannya sendiri. ‘’Terima kasih, bang. Saya sudah jadi karyawan tetap.’’ Ini SMS yang langsung saya balas dengan kata, bukan. Ada pemimpin lagi lebih tinggi yang memutuskan. Sama persis saat dua pimpinan kepolisian Batam bertanya, saya jawab, beliau kini lebih di atas saya, dan mengawasi rutinitas kerja saya sehari-hari.
‘’Bang, acara yang abang prakarsai berjalan sukses dan meriah.’’ Ini bukan SMS tapi suara langsung dari seseorang yang juga nomor HP-nya telah dihapus. Saya jawab singkat, ya. Tersebab, bukan bulu kuduk saja yang berdiri, juga bentol-bentol cacar air di tubuh yang sudah minta dimandikan air panas pada pukul sembilan malam. Maklum, gatal!
‘’Huzrin Hood akan terus terpenjara secara politik. Tapi tidak perjuangannya. Dia tetap pahlawan. Siapapun gubernur, rakyat akan tetap tahu siapa yang berjuang untuk mewujudkan Provinsi Kepri.’’ Saya berharap menerima SMS begini. Nyatanya tidak. Mungkin banyak orang luar, tak tahu nomor HP saya. Atau teman-teman juga telah bertindak sama, karena batas penyimpanan terbatas, menghapus simpanan nomor HP, dan bisa jadi nama saya di antaranya.
‘’Sabda Rasul: Siapa yang (melakukan satu amalan) supaya orang lain menghormatinya, Allah akan menunjukkan aibnya.’’
Saya yang harus beristigfar dengan kiriman SMS Alquran Seluler ini, karena bisa jadi kolom ini juga ria, yang akan diperlihatkan Allah aibnya.***(ade adran syahlan, saran dan kritik sms ke 0811777697 atau email aderiau@yahoo.com)
(Terbit di Batam Pos, Jumat 3 April 2005)
Cacar Air Silaturahmi
Setiap Maret, saya selalu introspeksi diri. Kebetulan ada salah satunya, hari jadi. Yang lain, karena selalu terkait dengan SK gaji atau jabatan. Dan tanpa disengaja, Maret selalu dinanti sebagai ketuk palu segala anggaran. Baik di perusahaan maupun di pemerintahan. Beruntunglah orang Pisces!
Tapi kali ini saya bakal menemukan hal lain dalam anggaran pengeluaran sehari-hari. Sudah bisa diprediksi, rekening handphone saat ditagih April nanti akan turun. Pasalnya, saya kini malas ber-SMS. Padahal, benda satu ini selalu ‘’memangsa’’ 30 persen dari togal tagihan biaya pulsa.
Ini terjadi, karena ada salah tafsir karena keseringan saya SMS. Ada yang tersinggung, bahkan salah sangka. Padahal, tak ada maksud dengan itu semua. Dan yang paling penting, saya menemukan hal lain yakni Yahoo Messenger alias bisa chatting.
Memang hanya di kalangan terbatas, dan tepat waktu bersamaan berhadapan di komputer yang internetnya gratis di kantor. Namun setiap teman yang dulu selalu ngajak SMS tahu saya sudah tak gagap chatting, langsung minta online.
‘’Apa kabar? Dah makan siang?’’
Itu pertanyaan awal, bagi yang kenal. Yang baru tahu nama di dunia maya, tentu diawali salam kenal. Seterusnya ngerumpi apa saja. Mulai dari soal pekerjaan, gaji, visi hidup serta saling nasehat. Tentu saja paling seru, mengutuk kenaikan BBM dan menunjukkan fanatisme sengketa Ambalat.
Teruntuk itulah, biaya SMS ditagihan April mendatang, saya yakin tak akan mencapai 30 persen lagi. Tapi terus terang, lebih nikmat SMS. Bayangkan sajalah SMS berikut ini.
‘’Kabarnya sakit, ya, bang? Cpt sembuh, ya?’’ Ini SMS dari seseorang yang sudah saya hapus nomor hp-nya. Ketika saya balas, dengan malu saya bertanya siapa dirinya.
‘’Nanti jgn lupa kasih jagung muda. Tempelkan di wajahnya.’’ Yang ini dari seseorang yang saya kenal betul dan kebetulan baru selesai sakit juga.
Inilah hebatnya Maret bagi saya. Menandai lima tahunan berada di Batam, sakit mendera. Tak tanggung-tanggung malah, cacar air. Semula saya yakin itu justru bukan cacar, hanya hawa panas badan 41 derajat yang ‘’marah’’ dan mengeluarkan bentol-bentol seperti jerawat di seluruh tubuh. Nyatanya tidak, persis saat tumbang di hari keempat, sang dokter memastikan cacar air. Jauhlah dunia! Anak-anak harus diungsikan agar tak tertular. Padahal, dua belahan hati lagi manis-manisnya.
Dalam kesakitan itu, saya menerawang tanggal 19 Maret nanti akan berusaha sembuh dan coba hadir di tiga tempat secara bergantian. Nonton pesta rakyat yang digelar Posmetro Batam di Batam Center, bedah bukunya Ippho Santosa di Masjid Nurul Islam Mukakuning dan nonton Peterpan di Temenggung? Tak satu pun bisa dilakukan.
Acara pesta rakyat ternyata jauh dari tanggal itu, 23 Maret. Sedangkan Peterpan justru 20 Maret. Cacar air memang bikin saya ‘’linglung’’, hingga saat ketiga acara itu digelar pada hari sebenarnya, tak satu pun yang saya prediksi pas tanggalnya dan sekaligus memang tak bisa hadir sama sekali. Tersebab, suhu badan tak kompromi dan kata dokter tak boleh kena angin terutama angin malam.
Chatting? Jadi hal terlupakan, karena saya hanya ‘’memainkannya’’ di kantor. Telepon rumah yang saya coba gabung dengan laptop Pentium 1 seken yang dimiliki, hanya membuat lelah menunggu tanpa pernah connecting. Malah saya menerima SMS lain yang membuktikan, teknologi satu ini lebih oke, dan lebih membuat saya untuk hidup optimis.
‘’Said ra: Sabda Rasul: Allah tidaklah menurunkan suatu penyakit melainkan Dia juga menurunkan obatnya.’’ Ini SMS kiriman Alquran Seluler yang saya langgani tiap hari dan kena biaya Rp500/SMS. Dan saat Jumat malam saya menulis kolom ini, muncul pula SMS lain. ‘’Anas bin Malik ra: Sabda Rasul: Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung tali silaturahim.’’
Hah…berarti salahlah saya yang telah menghapus beberapa nomor hp teman karena ada teman baru, tersebab batas penyimpanan hp saya terbatas? Atau masih bisakah terus ber-SMS walau terkadang salah tafsir? Bukankah ucapan langsung juga sering disalah tafsir?
Entahlah, saya menerawang jauh dalam usaha untuk tidur yang telah diisolasi. Saya merasakan, ‘’terputusnya’’ dari sahabat dan orang-orang tersayang, sangat menyakitkan. Lebih sakit dari cacar air itu sendiri!***(ade adran syahlan, saran dan kritik SMS ke 0811777697 atau email aderiau@yahoo.com)
(Terbit di Batam Pos, Minggu 27 Maret 2005 dalam kolom SMS Hati)