‘’SAYA bisa ke ktr bpk skrng? Di Jodoh atau Btmctr?” Saya terima SMS ini Jumat (26/5) saat teman-teman di Batam Pos sudah berangsur-angsur mengangkat komputer masing-masing untuk pindah. Gedung Graha Pena berlantai 10 telah menanti. Era ruko ditinggalkan.
Kini saat menulis kolom ini, saya telah berada di salah satu sudut gedung perkantoran tertinggi di Batam itu. Bukan mengetik dengan PC Pentium III lagi melainkan sebuah handphone communicator. He… ruangan kerja saya belum siap. Terkadang, saya tulis di Masjid Raya seusai sholat yang jaraknya hanya sepenggal lemparan dari Graha Pena.
‘’Bpk biknin acr di Graha Pena spy orng tahu, BP dah pindah.” SMS bernada perhatian itu muncul lagi. Yang lainnya juga begitu. ‘’Aman di gedung baru?”
Hmm… teman-teman sungguh perhatian. Tapi ada juga yang SMS mendebarkan. ‘’Meja, kursi & apa saja yang tinggal di Jodoh, sumbangkanlah ke pesantren n panti asuhan.” Jawaban yang ini, perlu keputusan tingkat tinggi.
Namun dari hati yang paling dalam, saya justru berdebar pada diri sendiri. Bisakah pindah kantor ini menghilangkan kebiasaan buruk saya, ingin selalu ke kantor dengan bersandal? Atau bagaimana nanti buang air besar, karena saya tak suka WC duduk? Dan paling penting, bisakah sekat-sekat ruangan setengah badan, tak menyekat bersosialisasi?
Tapi itu semua, bisa jadi hanya ‘’ketakutan” yang tak beralasan. Lima tahun lalu, bahkan saya berani pindah ke Batam dari Pekanbaru saat usia perkawinan empat bulan dan istri sedang mengandung tiga bulan. Tak ada fasilitas modern seperti saat ini. Malah saya ke kantor harus naik taksi ketengan karena Batam Pos yang kopnya berwarna merah saat itu (sekarang Posmetro Batam) tak punya aset mobil. Itu malah lebih memacu untuk maju hingga bisa pula pindah ke ruko sendiri di Baloi Point tahun 2002.
Lebih hebat lagi setahun kemudian. Batam Pos merah berganti nama dengan Posmetro Batam. Sebaliknya nama Batam Pos dipakaikan sebagai pengganti Sijori Pos. Pindah yang ini dinilai banyak pengamat membahayakan. Kenyataannya malah beda. Kini Posmetro dan Batam Pos bersatu dalam gedung milik mereka sendiri.
Namun sebuah SMS datang lagi mengingatkan. ‘’Moga-moga tak ada kesan angkuh dg gedung hebat itu.” Nada SMS yang sama dengan perkataan langsung beberapa orang yang saya temui. Sungguh, yang ini memang mencemaskan. Tapi saya diingatkan pula oleh kiriman SMS Alquran seluler. ‘’Abu Hurairah ra: Sabda Rasul: Perumpamaan org mukmin spt tanaman yg slalu diterpa angin, bgt jg org mukmin senantiasa terima cobaan.” Bagi saya pribadi, pindah ke gedung baru juga cobaan.
‘’Dah pasti payah jumpe awak tu. Kite bebual di Bebek Bali saje ye.” Alamak, harus berpindah pula selera dari masakan Padang. Padahal, dah dicatat hotline rumah makan yang dekat di mata saat ditatap dari lantai 7, calon sudut bilik saya. (Batam Pos, Minggu 5 Juni 2005, SMS Hati)
Senin, Mei 29, 2006
Pindah
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar