”Thanks. I will check. You got time today?”
WALAH, gara-gara SMS di atas, pening kepala menterjemahkannya. Bukan nak sok ber-Indonesia saja, tapi waktu yang makin sulit diatur kini. Terlebih lagi menyangkut pertemuan yang harus diembeli membawa ‘’sesuatu”.
”Sory pak telat balas. Nanti kalau dah siap, sy akan temui bpk. hr ini sy puasa.” Itu jawabannya. Padahal, saya kalau telah ketemu orang, yang direncanakan mau becakap begini, bisa jadi begitu. Yang mau disodor ini, bisa disodor itu. Tak kloplah!
Karenanya, terkadang saya sering berbuat tanpa rencana. Terpikir ide ini, langsung disampaikan. Bila ada yang bisa menangkapnya. Maka tertangkaplah. Bila selesai ditangkap, dilaksanakan, maka terlaksanalah. Bila tidak ditangkap apalagi dilaksanakan, maka saya yang harus ‘’meloyo” sendiri.
Belakangan ini saya mengalami hal tersebut. Hingga malah, ide-ide yang biasanya muncul tiba-tiba, tak mau lagi hinggap. Kamar mandi yang biasanya selalu jadi tempat ‘’pencerahan” juga tak memberikan kejutan lagi. Yang ada tetap pikiran-pikiran netral, mencari aman dan bisa dikatakan tanpa progresif.
”Udah, begini saja dah oke.” Seperti itu aliran pikiran yang keluar. Atau seperti ini,”lantaklah. Selamat juga nanti, kok”. Tak ada lagi ”keberanian” melawan arus. Yang ada hanya pasrah. Padahal, dunia di depan sudah menghadang dengan menyiapkan palang-palang yang harus dilompati atau dicari jalan lain untuk menghindarinya.
Karenanya saya tersentak saat nonton Chris John dengan gagah perkasa mempertahankan gelar juara. Staminanya bukan main hebat. Rasanya belum pernah saya lihat petinju Indonesia setelah ronde ketiga masih bisa berdiri tegak dengan nyantai sekali. Dan saya tahu pula, ada pendukung fanatiknya di Batam ini. ‘’Ya, bang. Stamina kuat berkat …, bukan …. Jadi cintailah produk lokal, bang. He…he…”
Sengaja titik-titik tersebut tak saya isi. Takut berpromosi. Tapi kayaknya ada benarnya juga soal produk lokal tersebut. Namun hebat lagi, Chris John. Lebih berani melawan pakem. Mempertahankan gelar di negeri lawan, Australia. Kebiasaan yang jarang dimiliki atlet lain Indonesia.
Bahkan dia juga rela masuk ke sasana di Sydney, dan menjadi bagian dunia tinju yang benar-benar profesional. Melawan ‘’protes” mantan pelatihnya Sutan Rambing yang terus membawa kasusnya ke pengadilan. Nyatanya, hingga kini mental baja masih dimilik Chris John.
Sebelum itu, kita semua dikejutkan dengan ‘’prestasi” lain Elyas Pical. Juara dunia tinju pertama dimiliki Indonesia itu berbuat ulah dengan diduga menjual narkoba. Kita tersentak. Kok mantan juara dunia, bisa hanya jadi satpam saat pensiunnya dan diduga pula nyambi menjual narkoba?
Sepertinya buntu, tak tahu jalan lain lagi mau ke mana untuk meniti hidup ini. Bukan lagi berpikiran mencari aman untuk benar-benar aman. Melainkan mencari aman untuk hitungan hari per hari, malah bisa jadi detik per detik. Nama besar pun seakan dilupakan untuk mempertahankannya.
Atau memang kita yang susah menghargai prestasi orang yang mengharumkan nama bangsa, negara atau daerah kita? ‘’Maaf, bang. Lamaran untuk anak takraw itu sudah saya serahkan. Moga-moga diterima. Di tempat saya sulit.” Walah mak. Saya sendiri hanya bisa ‘’berbual”. Ada mantan pemain takraw nasional, minta kerja apa saja akan dilakoninya. Sayang, tak bisa saya penuhi. Saya hanya bisa ‘’melemparkan” surat lamarannya ke teman-teman yang saya kenal.
Ah, kembali pada kisah sendiri. Saya ini tak berani jua lari dari kebuntuan. ‘’Hidup menceritakan kita atau cerita menghidupkan kita.” Sindir salah satu pengirim SMS yang sangat memperhatikan setiap tulisan saya.
Saya pilih yang mana? Entahlah. Mungkin lagi proses menuju keduanya. (Batam Pos dan www.harianbatampos.com, kolom SMS Hati, Minggu, 15-Agustus-2005, 186 Klik)
Senin, Mei 29, 2006
Hidup Menceritakan atau Cerita Menghidupkan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar