‘’Manajer yg well organized sll bodoh. Ia seringkali terlalu bodoh utk melakukan rasionalisasi atau mencari-cari alasan.”
INI SMS pertama yang saya terima sejak bergabung dalam komunitas ESQ pimpinan Ary Ginanjar Agustian. Pesan tersebut sampai 13.47 WIB, Senin (22/8), hari ketiga saya bersama 339 orang lainnya di training tentang kecerdasan emosi dan spiritual di Hotel Planet Holiday, Batam. Mungkin ini seminar dan training terbesar di Batam pesertanya dan termahal bayarannya, Rp2,7 jt per orang.
Suara hati saya menyatakan, inilah untuk pertama kali dalam hidup saya tak pernah kabur satu sesi mata kuliah pun. Saya hanya sempat ‘’menghilang” di hari pertama, itu pun pas jam istirahat makan siang. Ada orang yang sejak jam 10 sudah janji berjumpa, tapi baru dicapai dua setengah jam kemudian. Saya benar-benar ‘’takut” meninggalkan training ESQ itu. Padahal dimulai pukul 7 pagi dan berakhir tepat jam 6 sore selama empat hari dari 20 hingga 23 Agustus 2005.
‘’Aku tahu rezekiku tak mungkin diambil orang lain, karenanya hatiku tenang.” Yang ini juga SMS dari ESQ, namun pada hari terakhir training. Seterusnya di hari pertama sesudah training,”Aku tahu, amal2ku tak mungkin dilakukan org lain, maka aku sibukkan diriku bekerja dan beramal.” SMS hari kedua seusai training,”Aku tahu, Allah sll melihatku, krnya aku malu jk Allah mendptiku melakukan maksiat.”
Di tengah-tengah saya menerima SMS tersebut, masuk juga SMS lain. ‘’Trimakasih, sy msh terngiang2 suaranya Pak Ary.” Beliau salah satu peserta. Sama dengan saya, termasuk di antara yang muda, masih di bawah 40-an dan sedikit nangisnya. Dan sepanjang pengamatan, di antara yang muda itu, sayalah yang mungkin paling sedikit mengeluarkan air mata.
Entah mengapa, saya berani mengaitkan yang muda, dengan sedikit menangis. Padahal selama empat hari tersebut, tangisan menderu saat suara gemetar Ary membahana dari ballroom dan ditambah visualisasi yang menggerakkan otak, mendirikan bulu kuduk dan menggetarkan hati tentang apa yang kita perbuat selama ini. Tersebab hanya dua tangisan yang bisa saya tumpahkan, saat diingatkan soal dosa pada kedua orang tua dan dosa kepada istri.
Peserta lain mungkin akan terngiang soal dosa pada anak yang sudah dewasa tapi belum diingatkan juga akan kebesaran Allah dan berjasanya Nabi Muhammad SAW yang mampu menerima wahyu Allah dan terpelihara dengan sempurna hingga kini yaitu Alquran. Bagi saya, karena anak masih kecil, saya justru terpacu untuk berusaha tak mengulang kesalahan sama dalam perilaku. Perilaku berani bertindak apa saja, bukan karena siapa-siapa melainkan semuanya lillahitaala.
‘’Kabarnya, bang Ade paling banyak nangisnya.” Seseorang yang saya jadikan orang tua di Batam ini, nyelutuk pertanyaan itu. Dah saya akui, saya paling sedikit tangisnya. Namun saya juga diingatkan, bisa jadi saya yang akan paling banyak menangis beberapa tahun kemudian, karena sudah diberi berkah bisa melihat ‘’kebenaran” dengan nyata, namun tetap juga berbuat ‘’keonaran” di muka bumi.
‘’Bagus itu De. Bapak juga pernah ikut.” Yang ini saya dapatkan di hari pertama training dari Ismeth Abdullah, yang baru saja dilantik sebagai Gubernur Kepri. Saya memohon maaf, karena ajudannya susah menghubungi saya tersebab handphone dimatikan saat acara dan didiamkan ketika istirahat. Tak ada nada dengar dan getar.
Namun selain ‘’pengakuan dosa” yang saya perbuat, juga ada satu kalimat yang terngiang-ngiang setelah empat hari tersebut. Kata yang saya bantu juga untuk diulas Ippho Santosa saat dia tampil di Batam TV, Selasa malam (23/8) dalam acara wirausaha. Kata Ary Ginanjar,”Ketidakpastian adalah rahmat.”
Ippho yang ikut juga dalam ESQ, mengulang lagi kepada seluruh pemirsa apa yang diucapkan Ary. Kalau pasti rezeki, jodoh dan kematian, maka tak serulah hidup ini. Orang bisa malas-malasan dahulu karena pasti tahu kapan jadwal kaya. Tak mulai mengamati siapa yang bakal jadi suami atau istri, karena pasti tahu siapa jodohnya. Dan jika sudah pasti tahu tanggal kapan mati, pastilah berpesta surga dunia dahulu, dan menjelang dua hari terakhir, baru bertobat. Keenakan sekali, tak mungkinkan?
Seperti kata Ary, perjuangan paling berat dari peserta seminar atau training apapun adalah hari-hari sesudah acara tersebut. Termasuk juga yang bakal dihadapi istri-istri para menteri kabinet SBY yang satu minggu lebih dahulu menerima ilmu dari Ary ketimbang kami. Hingga saat menulis ini, aktivitas kerja saya sudah mulai berubah, lebih cepat satu jam meninggalkan rumah menuju kantor, meski juga tahu, belum tentu mencapai hasil maksimal. Tapi entah sampai kapan dilakoni, karena kerja adalah ibadah.
‘’Aku tahu, kematian menantiku, maka kupersiapkan bekal utk berjumpa dg Rabbku.”
(Batam Pos dan www.harianbatampos.com, kolom SMS Hati, Minggu, 28-Agustus-2005, 247 Klik)
Senin, Mei 29, 2006
Ketidakpastian adalah Rahmat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar