‘’Udh berada di mana, bang? Gak jalan2 ke Siantar? Cari roti ganda?’’
Sungguh Lebaran kali ini jadi sesuatu yang lain bagi saya pribadi. Bayangkan saja, mau-maunya ‘’hidup’’ lagi di rumah mertua selama dua pekan cuti di Kisaran, Sumatera Utara.
Melupakan kenikmatan naik mobil dengan supir yang selalu stanby. Diganti dengan motor pinjaman kakak ipar, naik mopen (metro trans di Batam) atau becak motor untuk menuju kota yang berjarak lebih kurang 15 km. Baru dapat sinyal handphone yang oke, dan senangnya memburu makanan kesukaan, mieso bacok.
Saya juga menemukan hal yang sudah saya perkirakan dalam tulisan sebelumnya, krisis akan mudah dilewati rakyat Indonesia. Di Kisaran yang ibukota Kabupaten Asahan itu, harga BBM tinggi disiasati dengan naik sepeda motor. Saat bersilaturahmi di hari Lebaran, motor mendominasi jalan. Berkonvoi-konvoi. Hingga mopen pun jadi kosong melompong.
Bahkan sebelum Lebaran, arus mudik dari Medan menuju Kisaran dan Tanjungbalai Asahan atau sebaliknya, dipenuhi sepeda motor. Saya bisa menyaksikan dengan mudah karena teras rumah mertua, hanya berjarak lima meter dari jalan lintas Sumatera itu.
Tak kena krisiskah rakyat kita? Nyatanya tidak. Mereka banyak akal. Naik bus mudik mahal, diganti kereta api. Naik angkot mahal, ambil kredit motor dan ke mana pergi lebih hemat. Daripada kena Rp12 ribu pulang pergi (pp) untuk ke kota dari rumah mertua, lebih bagus beli bensin seliter Rp 5 ribu (eceran di jalan), tak akan habis seharian mengunjungi sanak famili. Bisa terangkut sekalian istri dan dua anak saya. Yang lain malah, bisa terbawa tiga dan empat anak, tentu ada yang digendong karena masih bayi.
‘’Aman minyak tanah di Batam? Kalau di Sumut ini, banyak yang pakai kayu, hingga tak terlalu antri di pangkalan.’’ Yang ini sindiran serius, supir taksi yang mengantar kami dari Bandara Polonia ke Kisaran. ‘’Kapal kami di Tanjungbalai sekarang lebih banyak pakai minyak tanah, bang.’’ Adik ipar saya mengungkapkan pula akal lain. Dia bekerja di pembuatan kapal kayu.
Lalu cerita berlanjut dengan tak ada mafia lagi - rupanya penyeludupan kayu dan gula maksudnya - hingga cerita musnahnya judi togel. Ujung-ujungnya tersebutlah nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan gebrakan Kapolri baru.
Jadi apa bahan obrolan saya? Tentu soal duluan saya tahu angka persis naiknya harga BBM satu minggu sebelum diumumkan 1 Oktober 2005. Tersebab, saya sudah berjumpa Wapres Jusuf Kalla bersama teman-teman lain se-Jawa Pos Grup (pernah diungkapkan dalam tulisan sebelumnya).
Cerita pun jadi ngelantur pada ‘’harumnya’’ Golkar (bosnya JK juga kan?) yang akhirnya ‘’berkuasa’’ lagi di Kabupaten Asahan dengan mempertahankan kursi bupati. Dan saya menemukan tanda tangan orang JK sekaligus Golkar di sebuah masjid. Masjid itu dalam lingkungan usaha Bakrie Grup. Tentu Anda tahu siapa yang saya maksud, terkait Menko Ekuin, Aburizal Bakrie. Tapi yang neken ibundanya tahun 1988. Nama masjidnya pun unik, Al-Bakr. Kata pengurusnya, masjid ini pernah jadi yang terbaik di Sumatera Utara.
Malah saya menemukan baju Golkar yang bertuliskan lengkap nama Ir Aburizal Bakrie dipakai masyarakat sana. Meski sebenarnya tak ada kait mengait langsung dengan pencoblosaan caleg karena saat pemilu dulu, Aburizal bukan berada di daerah pemilihan sana. Ini yang menggelitik mata saya. Di saat para pakar dan pendemo di sana mengkritik Aburizal, di sini namanya justru sangat harum.
Bahkan perusahaan Bakrie Sumatera Plantation (BSP) di mana mertua dan abang-kakak ipar saya bekerja, masih bisa tetap memberikan kebahagian Lebaran yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Ada keyboard (hiburan musik) tiap malam. Lapangan golf yang boleh dipakai untuk menggelar tikar dan makan siang bersama. Dan terpenting THR masih selalu dibarengi dengan pemberian bonus. Jadi karyawan BSP menyambut ..hari kemenangan dengan tiga bulan gaji. Satu THR, dua bonus. Siapa yang kena krisis?
Lantas di mana Presiden SBY dibicarakan? ‘’Inilah perubahan yang dijanjikan SBY. Kabarnya, lepas Lebaran ini mau bikin bensin jadi 7 ribu. Mau sama persis dengan Singapura. Berapa lagi ongkos mopen dibuat?’’ Ini kekesalan supir mopen yang kami tumpangi. ‘’Mau tahu singkatan baru SBY-JK? Senang Bikin Yayangnya Jalan Kaki’’ Saya tersenyum geli pada SMS ini dengan kata ‘’Yayang”-nya. Jadi ingat lagu setiap Idul Fitri.
‘’Selamat para pemimpin, rakyat makmur terjamin.’’
Siapa yang dipilih, siapa yang dimakmurkan (disayang?). Kata ini saya tiru dari anak saya, ketika dia minta dibikinkan mie goreng tapi ditolak ibunya. Dibalasnya pula, ‘’siapa yang minta, siapa yang makan’’. Jadi yang memilih, selalu menderita? Ya, kalau tak kita sendiri berusaha mengubah nasib kita! (Batam Pos dan www.harianbatampos.com, kolom SMS Hati, Minggu, 13-November-2005, 08:40:00 202 Klik
Senin, Mei 29, 2006
Akal-Akalan yang Milih Pemimpin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar