Hari ini, benar-benar berakhir masa bulok (bujangan lokal). Sore kemarin, anak dan istri telah balik lagi ke Batam setelah pulang kampung di Medan dan Kisaran. ''Sudah WC-nya jorok, airport tax-nya 25 ribu pula. Beda dengan Hang Nadim...''
Itu keluhan dan pujian pertama kali yang keluar dari mulut istri saya, setelah kami berhasil memasukkan seluruh barang ke space wagon kesayangan. Lalu lepas dari kepadatan parkiran terminal kedatangan (maklum banyak calon jamaah haji yang datang). Yang jorok itu maksudnya Bandara Polonia, Medan.
Ya, memang betul. Jika mau benar-benar memuji, Bandara Hang Nadim mungkin bisa sejajarlah dengan Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Kalau pun ada beda, ya, mungkin beda tipislah. Kalau soal WC, rasanya Hang Nadim sejajar dengan Soekarno-Hatta. Tapi kalau kita mau fair, dengan membayar airport tax hanya Rp13.000, tapi dapat pelayanan dan fasilitas lebih dari yang kita dibebankan Rp25.000, ayo bagaimana? Wajarkah, Bandara Hang Nadim dipuji? (seingat saya, hanya tinggal Bandara Hang Nadim masih 13 ribu, yang lain sudah 25 ribu).
Sesaat sebelum anak istri tiba, saya sempat ngobrol dengan salah seorang karyawan bandara. Saat saya sebut, soal kesejajaran tadi, dia pun menanggapinya dengan wajar. ''Ya pak, kalau dilihat dari biaya 13 ribu itu. Tapi di sini ada bedanya. Penumpang masih bisa keluar masuk, hingga benar-benar keluar menemui keluarganya. Kalau di Cengkareng kan, kalau sudah ke atas, tak bisa turun-turun lagi. Karena itu, sering lihatkan, penumpang dicari-cari petugas.''
He..he...benar juga. Di Hang Nadim sering kali terlihat pemandangan begitu. Setelah chek in dan bayar airport tax, si penumpang asyik ngobrol dengan keluarganya di luar ruang keberangkatan (area publik). Dan nanti, kita akan lihat pemandangan (bahkan sering nenek dan kakek) berlari-lari kecil didampingi petugas dengan HT-nya. HT itu terdengar suaranya begini; cepat...cepat...satu menit lagi...)
Berarti, di situ pula ''kelebihan'' lain Bandara Hang Nadim. Suasana internasional, yang berbau kekeluargaan.
Juga ada suasana Islami. Petugas informasi, jika sudah masuk waktu solat, selalu memberitahukan melalui pengeras suara. Dan kemarin, saya yang kebetulan sudah masuk ke ruangan pengambilan bagasi, bisa solat juga di sana. Saya ikutan solat bersama karyawan Bandara, juga petugas Perdaduk dan porter. Solatnya dalam sedikit kegegelapan, karena listrik PLN mati. Genset sepertinya menerangi beberapa tempat saja.
Tapi segala kemewahan dengan biaya hanya Rp13.000 itu, sepertinya bakal segera berakhir. Sudah lama isu, angka 13 tadi berubah jadi 25 alias Rp25.000. Namun bagi saya, wajar saja. Apalagi, sekarang sudah terlihat ruangan terminal kedatangan dan keberangkatan ditambah pula bangunannya. Dan tentu saja kita akan bisa lebih nyaman. Bisa jadi, ruang tunggu (misalnya A2), hanya untuk satu maskapai penerbangan, seperti yang berlaku di Cengkareng. Kalau sudah begitu, benar-benar makin sejajarlah fasilitasnya. ***
NB: Saat tahu pesawat yang ditumpangi anak istri delay, saya ''bermain'' di parkiran bawah terminal kedatangan. PDA ZT326 saya bisa beraksi menangkap sinyal-sinyal televisi. Mulai dari TV Singapura, Malaysia, Batam hingga TV Nasional dapat. Sayang, Anteve tak tayangkan siaran langsung Liga Indonesia, tapi justru ulangannya. Jadinya, saya tonton Batam TV saja yang lagi mengudarakan program musiknya. Asyik...
NB: Foto: suasana parkiran pesawat Bandara Hang Nadim. Sumber foto http://dedesutarman.tripod.com/index.htm Beliau salah satu pejabat di Bandara Hang Nadim. Maaf pak, saya belum kenal Bapak, tapi sudah ''ambil'' milik Bapak ya...
Senin, November 19, 2007
Mewah Hanya Perlu Rp13 Ribu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar