Cuti liburan 30 Juli hingga 5 Agustus memberikan pelajaran berharga bagi saya dan keluarga. Ternyata, jauh lebih ''nyantai'' hidup di Batam ketimbang di Jabodetabek alias Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Kenapa ya?
Bayangkan saja, dari Bumi Serpong Damai (BSD) City menuju Pasar Pagi Mangga Dua perlu waktu dua jam perjalanan. Saat sampai di pusat grosir pakaian itu, badan ini sudah terasa remuk redam. Jadinya, ketika berkeliling untuk mengamati yang dicari, badan sudah loyo. Ditambah pula, hari itu, Jumat 1 Agustus, pemandu kami, kurang cakap dan meyakinkan dalam pengetahuan tempat belanjanya.
Lalu, dari BSD menuju RS Sentra Medika di Depok, juga perlu waktu satu jam lebih. Di rumah sakit ini, suami dari kakak kembaran dari istri saya dirawat. Merekalah sebenarnya yang direncanakan jadi pemandu kami, tapi ya itulah, sakit menimpa sang suami, sehingga harus dirawat di ruang ICU.
Ketika dijemput saudara sepupu istri, dari Bandara Cengkareng untuk menuju BSD, yang katanya ''lewat belakang'' juga perlu waktu satu jam. ''Dekat kok, cuma 45 menit.'' Hemm...saya membayangkan, waktu 45 menit yang berubah jadi satu jam itu, bila dipadankan ke Batam, itu sudah mencapai jauh ke Pulau Barelang (Batam, Rempang dan Galang). Kalau dibawakan, mau jalan di kota, itu sudah bisa keluar masuk dua atau tiga mall sekitar Jodoh-Nagoya.
''Saya keluar rumah jam lima subuh, nanti sampai kantor jam tujuh.''
Nah, bayangkan juga kalimat dari suami dari istri kembaran saya itu. Dua jam perjalanan ke kantor di subuh hari? Bukan main padatnya kan?
Tapi itulah, mereka saya nilai sangat sabar. Saat macet, jarang terdengar bunyi klakson membahana. Kalau di Batam, baru satu detik aja lampu hijau menyala, maka klakson bersahutan dari mobil yang ada di belakang kita. Padahal mobil itu, ada di urutan empat atau lima.
''Kalau ada supir di sini yang klakson berkali-kali saat macet, itu tandanya, dia baru datang ke Jakarta.''
Saya tersenyum sipu dengan kalimat itu. Juga langsung ''menolak'' ketika membayangkan untuk pindah kerja ke Jabodetabek ini. Peluang kerja dan usaha memang lebih banyak di sini, tapi ''peluang'' menjalani hidup dengan santai, kayaknya di Batam atau di luar Pulau Jawa, tetap bakal terjaga sampai bertahun-tahun mendatang. Jadi, saya hapus dulu berbagai ''tawaran'' untuk hijrah ke Jakarta, kecuali bila hanya untuk sekedar jalan-jalan. He..he...he...
Jumat, Agustus 08, 2008
Sabarnya Orang Jabodetabek
Labels: Pribadi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
He3x.. Saya Lahir besar d jakarta.
Tapi gak betah sama macet nya..
Betul Bos Enakan di Batam, Santai.. :)
Posting Komentar