''Tak ada yang bisa dibawa pulang,ya, Yah''
Hmm...istri saya mengomentari itu saat menuruni lift Lantai 3 Nagoya Hill, Batam, seusai keluar dari Studio 21. Film yang kami tonton judulnya Kawin Kontrak. Tumben istri saya ''pandai'' berkomentar. Dan tumben juga, nonton kali ini tanpa rekomendasi majalah Tempo. Hi...hi...
''Sebenarnya ada. Fenomena kawin kontrak itu memang ada. Utamanya di sekitaran Jawa Barat. Kan pernah ada berita, kawin kontrak dengan orang Arab.'' kata saya pada istri.
Ya, itulah. Ide untuk bikin film bertema dan berjudul Kawin Kontrak, pantas saya acungi jempol. Apalagi produser Raam Punjabi, raja sinetron. Sayang, skenarionya kurang oke. Bayangkan saja, masak, setelah tiga pemain utama di film ini, Dimas Aditya (sebagai Rama), Ricky Harun (Jodi) dan Herican (Dika) yang baru lulus SMA tiba-tiba ingin ngeseks. Lalu terpikir ide kawin kontrak setelah mendengar ceramah ustad di masjid, yang menyebut-nyebut mendekati zinah saja haram. Apakah, emang kebelet nian, anak-anak sekarang ngeseks? Kalaupun memang ada begitu, gambarkan dong sedikit, kebiasaan mereka sehari-hari. Misalnya sosok Herican yang suka nonton video porno atau Jodi yang kehilangan sosok ibu, jadi sukanya sama ibu-ibu untuk bercinta.
Mungkin pemahaman saya salah. Karena saya sendiri sudah tua, dan udah lama tak ''bergaul'' dengan gaya hidup anak-anak Jakarta. Mungkin, lebih bagus, digambarkan tiga pemain utamanya lebih dewasa (jadi, ganti pemain deh...). Profesional yang tak dapat juga pasangan, tapi ngebet seks (maaf, pakai bahasa Jakarta). Tapi ingin cara halal, lalu lakukan kawin kontrak. (Bisa jadi, ditangkis Raam Punjabi ide ini...)
Satu lagi yang terlupa dalam film karya sutradara sekaligus penulis skenario Ody C Harahap adalah, kapan makan siang dan makan malamnya tiga pemain utama itu. Ketika mereka menuju satu lokasi di Cianjur untuk kawin kontrak, mereka berjumpa Sono yang diperankan Lukman Sardi. Jodi dan Dika dapat istri dan tinggal di masing-masing rumah istri mereka di desa itu. Sedangkan Rama tidak, ada tempat kos-kosan yang sesekali juga didatangi kedua temannya. Tapi tak pernah terlihat, kapan mereka makan siang atau malam, atau siapa yang menyiapkan mereka makan. Adakah, anak-anak muda Jakarta sekarang tak doyan makan lagi? Atau, karena saya yang doyan makan, hingga selalu ingin menikmati setiap sinetron atau film yang ada adegan makan-makannya?
Namun secara umum, Kawin Kontrak lumayan idenya. Dan menyadarkan pada kita, untuk menghargai diri kita sendiri. Jangan mudah terayu oleh gemilangnya duit. Hingga bisa membeli apa saja, termasuk cinta yang dipaksakan. Atau malah, jangan mudah menyerah ketika duit susah kita dapatkan. Ada nurani yang harus ditegakkan.
Hmm...macam kan betul pula saya ini. Tapi jika Anda tak percaya, tonton saja film ini. Jika Anda tak puas, maka minta kembalikan uang tiketnya. Karena di poster film ini tertulis; Tidak ''puas'' uang kembali.
NB: Bagaimanapun, nonton film ini, dan berdua pula lagi dengan istri (sama seperti nonton Quickly Express), memberikan kegairahan lagi bagi saya untuk menulis blog, setelah beberapa hari vakum. He..he...
NB: Saya dan istri tetap masih ingat pernyataan kolega saya, Hasan Aspahani, film yang bagus itu, setelah kita nontonnya ada ''sesuatu yang bisa dibawa pulang''. Nah, kalimat itulah yang dikutip istri saya. Hmm...
Sabtu, Januari 19, 2008
Kawin Kontrak; Idenya Bolehlah...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
temannya hasan aspahani ya? hehe.
Posting Komentar