Senin, Juni 30, 2008

Menemui ''Kebodohan'' dan ''Kebingungan''


''Saat ada yang meninggal. Saya jadi ragu untuk mengapaninya. Dia saja tak pandai mengucap sahadat.''

Jamaludin mengucapkan hal tersebut di sela mengusap air matanya. Lelaki yang diamanahkan jadi ketua RT bagi sekitar puluhan Suku Laut yang menetap di pinggir pantai Pulau Gara, Kelurahan Kasu, Kecamatan Belakangpadang, Batam.

''Pak Yasin menempatkan kami di sini, pada tahun 1994. Lalu, saat dia pindah tugas. Tak ada lagi yang datang menengok kami. Macam mana pula nak mengajari anak-anak mengaji.''

Hati saya berdegup kencang. Bulu kuduk saya berdiri. Hmmm...seperti perjalanan ke pulau-pulau sekitar Batam Mei lalu, ''ketemu Rafiq'', kali ini pun, Minggu 20 Juni 2008, nyaris sama persoalan yang didapat.

Teman-teman Suku Laut itu, merasa jarang disilaturahmi oleh sesama muslim. Lebih banyak yang datang, yang lain. Tapi syukurlah, kawasan pulau sekitar Belakangpadang, lebih lumayan ketimbang sekitar Punggur. Di sini, ada ustad-ustad yang mampu lebih lama bertahan. Salah satunya, Syamsudin yang di Pulau Gara, sudah menetap bersama istrinya. Sedangkan Hakim, ustad di Pulau Bertam, malah baru dapat istri penduduk setempat.

Pak Imbalo, ketua rombongan, terlihat puas dengan perjalanan kali ini. Bukan saja peserta lebih banyak, sekitar 50 orang, tapi juga penggunaan waktu yang efisien. Berangkat dari Pelabuhan Sekupang pukul 9.45 WIB, terdarati Pulau Gara, Pulau Bertam, Pulau Lingka dan Pulau Kasu, lalu kembali ke Sekupang pukul 15.30 WIB.

Pancingannya pada saya untuk selalu ''melirik'' teman-teman Suku Laut itu memang benar-benar membuat saya mendapatkan pencerahan lain. Setidaknya, saya tahu, apa yang harus saya lakukan buat anak istri saya soal agama. Dan semoga bagi semua peserta, tertanam dalam hati untuk memberantas ''kebodohan''. Tidak akan menemui lagi, ''kebingungan'' seperti Pak Jamaludin, yang ragu, apakah warganya ini masih muslim atau tidak. Astagfirullah...

Selengkapnya...

Rabu, Juni 25, 2008

Rahasia Ilmu Itu= Kekosongan


Ini masih kisah yang telat diposting. Alkisah, 20 Juni lalu, akhirnya bisa menepati janji dengan dua gadis cilik kami untuk nonton. Mereka barusan selesai ujian, tapi belum terima rapor. Nah hari Jumat itulah, saya ada waktu untuk ''mangkir'' dari kerja seusai jumatan.

Kungfu Panda, judul filmnya. Sudah lama tersebut, dan penontonnya membludak, utamanya di bioskop 21 yang baru buka di Mega Mall, Batam Center. Dapat tiketnya pun, untuk kursi nomor tiga paling depan. Istri langsung komplen, sakit mata.

Tapi karena filmnya benar-benar bagus. Komplen istri dan kantuknya mata, dua buah hati, sirna. Kelucuan Po, nama si Panda, yang ingin jadi ahli kungfu, tapi tetap harus hidup dalam naungan kedai mie ayahnya, jadi bahan impian Po.

Po bahkan tahu semua pendekar-pendekar. Bahkan dia tahu semua teori teknik pukulan dan jurus-jurus jitu. Tapi ya itu, nasibnya tetap harus jadi penjual mie. Namun impian yang selalu ''dipikirkan'' memang akan terwujud juga. Bermula karena ada sayembara, dan Po hanya datang untuk berjualan mie, nyatanya bisa menjatuhkan diru jadi ''durian''. Dan tepat pada telunjuk sang guru. Dinobatkanlah dia jadi pendekar naga.

Tapi bagaimana jagoan kungfu tapi gendut? Nah, di sinilah semua ''ilmu'' dari film ini terjadi. Po akhirnya diberikan gulungan dokumen yang disebut-sebut berisikan ilmu tertinggi kungfu. Dan hanya dialah orang terpilih yang menerimanya. Ketika dibuka, ternyata isi dokumen itu kosong melompong. Tak ada satu pun ''ilmu''.

Adalah master Shifu yang paham, ilmu dari kertas kosong itu. Setelah dirinya merenungi kalimat gurunya yang sudah almarhum. Sedangkan Po juga menemukan ilmu kekosongan itu, justru dari ayahnya yang tukang mie. ''Kalau kita yakin, resep mie kita enak, maka enaklah mie itu. Padahal, ayah sendiri tak punya resep rahasia.''

Akhirnya, ya, Po bisa mengalahkan musuh gurunya dan musuh bangsanya. Tentu saja dengan penggambaran yang lucu dan dramatis. Tonton ajalah sendiri lanjutannya ya...

''Nah, kalau kita menyatakan bisa, maka juga akan bisa kan terjadi seperti yang diimpikan Po.''

Dua gadis cilik saya mengangguk. Kini saya mengajari apa yang banyak diajarkan pakar motivasi, melalu sedikit contoh dari ilmu kosongnya Po, si kungfu panda. He..he...

Selengkapnya...

Selasa, Juni 24, 2008

Harapan Torres di Euro2008





Right click the script below, select all, copy, and then paste it in your comment.



Selengkapnya...

19 Juni

Bila Armand Maulana dan Gigi punya lagu ''11 Januari'', maka saya juga punya lagu (dalam hati) yang bertitel ''19 Juni''. Setidaknya, itu akan dikenang terus dalam waktu dekat ini, sebelum datang, tanggal dan hari lain. He...he..

Saking pentingnya hari itu, sehingga saya tak punya waktu untuk postingan di blog ini. Berhari-hari malah ''lupanya''. Barulah hari ini ada waktu. Itu pun setelah merenung panjang dulu, dari apa yang saya alami dalam hidup ini.

Dulu, saat sudah mulai dapat duit dari honor jadi reporter sebesar Rp60.000 di tahun 1991, saya pupuk keinginan untuk menggantikan motor yang diberikan orang tua, dengan membelinya sendiri. Alhamdulillah tercapai. Motor yang saya pakai untuk cari berita, sudah saya beli sendiri dengan membayarnya pada orang tua. (hmmm...meski dengan ortu, tetap harus ada jual beli lho...).

Lalu, ketika sudah bisa menabung sekitar tahun 1998 dan 1999, saya punya keinginan untuk beli mobil butut Suzuki Vitara. Waktu itu, harga Vitara bisa dapat 5 hingga 10 juta yang seken. Eh, tak tahunya, cita-cita itu harus saya pendam. Karena sudah menunggu, ada yang ''menantang'' ngajak menikah. Dan Insya Allah, saya waktu itu sudah siap, karena umur sudah cukup (mungkin sudah dewasa, 27 tahun) dan juga sudah punya rumah KPR.

Nah, benarlah, dalam ajaran Islam, menikah itu akan bikin kaya. Bisa kaya harta, jiwa atau kaya anak. Insya Allah itu terjadi pada saya. Baru tiga bulan menikah, saya sudah dipromosikan ke Batam untuk mendirikan sebuah koran baru (tahun 2000). Bermula dari nama Batam Pos (kriminal, dan warna merah), hingga bertukar nama seperti sekarang ini, Posmetro Batam.

Lika-liku berkendaraan di Batam pun saya alami. Naik taksi ke kantor. Jangan berprasangka naik taksi seperti kota lain beragro dan ber-AC, ya. Tapi taksi ketengan, seperti oplet atau mikrolet. Bisa berenam dalam satu mobil itu. Saya lakoni setahun. Itu pun diselingi kadang dengan menumpang dengan mobil lain dari perusahaan lain, tapi grupnya sama.

Baru di tahun 2001, dapat mobil dinas. Mulai dari Suzuki Carry hingga Suzuki Baleno (hmm setia kali saya dengan merek Suzuki, semoga petinggi Suzuki ada melirik blog ini ya..). Tapi tetap saja pakai tapi. Carry dan Baleno itu tetap saja barengan makainya. Ketika Carry diperlukan untuk mengangkut koran, maka saya harus sabar menunggu di kantor untuk telat pulang atau telat dijemput (saya belum pandai bawa mobil). Atau ketika Baleno dipakai staf keuangan untuk ke bank, maka saya pun harus menahan lapar dulu untuk meneruskan kebiasaan makan siang di rumah.

Nah, 19 Juni lalu, saya dapat mobil khusus. Saya yang bawa sendiri, dan mobil itu pun ''sah'' di bawa ke rumah. Baru lagi. Hiii...hii..... Hemm...ternyata, lebih enak disupiri...

Pagi hari sebelumnya sorenya bisa membawa Suzuki Grand Vitara (kan, masih setia Suzuki...), saya dan istri harus bertemu staf kredit Bank BRI Batam. Biasa urusan teken meneken utang. Hmmm...harus saya buka, ini mobil milik kantor, tapi penekenan kreditnya, tetap harus saya dan istri. Biasanya, istri saya agak manyun jika beginian. Tapi kali ini tidak. Karena yang diteken itu, asetnya bisa kami pakai. Sebelumnya, sudah banyak aset kantor yang kami teken perjanjian kreditnya, tapi bukan kami langsung yang makai (he..he...dasar manusia ya). Istri saya tersenyum ketika saya sindir begitu.

Dan bahkan sebelum teken kredit di BRI Nagoya itu, deringan telepon pun masuk. Nelda, staf biro direksi Batam, menelpon ada lagi yang perlu diteken. Akte notaris, katanya. Jadi malu rasanya, dengan teman-teman di BRI yang begitu baik menyambut, tapi saya harus buru-buru ke kantor lagi, karena ada yang diteken. Padahal, teh yang disuguhkan BRI belum diminum (ini malunya juga, karena pengutang lain, tak dikasih minum lho). Sehingga, ada beberapa bagian, yang tercecer belum diteken istri, karena buru-buru itu, tapi bisa ''dimaafkan'' BRI untuk saya bawakan surat itu ke rumah.

Sampai di kantor, Nelda sudah menyiapkan akte notaris yang diteken. Bos saya malah sudah teken duluan. Hmm...yang diteken pun, sudah menandakan saya mencapai puncak level sebuah perusahaan. Alhamdulillah. Tinggal, apakah Menteri Kehakiman akan menyetujui akte notaris itu, atau malah tak menyetujui nama saya tercantum di situ?

Jadi, ketika Armand punya ''11 Januari'', saya punya ''19 Juni''. Semoga, ini tak akan membuat saya sombong, seperti saat pertama kali menyupiri Grand Vitara, yang bikin ego kesombongan saya muncul. Astagfirullah.

NB: Maaf, jika postingan ini narsis. Maaf, juga jika postingan ini terlalu banyak promosi

Selengkapnya...

Senin, Juni 09, 2008

Kemenangan untuk Belanda?


Saat mengetik postingan ini, suasana hati lagi enak. Mulai pukul 20.00 WIB, sesudah berbuka puasa dan mandi sore eh malam. Baju yang dipakai pun baru. Dibawakan teman yang baru pulang dari Belanda. Ya, tentu saja baju berbau timnas Belanda yang akan bertarung melawan Italia pukul 01.45 WIB nanti.

Adakah karena itu semua saya meyakini diri tim yang diasuh Basten akan membungkam azzuri? Tidak juga. Jauh sebelum baju diberi dan dipakai, saya punya feeling Belanda akan oke kali ini. Meski grup C Euro2008 ini neraka, tapi saya perkirakan yang bakal keluar darinya adalah Belanda dan Italia sendiri.

Tapi terbuktikah? Hm...saya tak punya alasan apa seperti layaknya dulu ketika jadi redaktur olahraga. Alasannya, pun bisa dicari-cari karena sudah dua hari ini, tak ada kejutan. Dua tuan rumah, Austria dan Swiss yang diperkirakan kalah, memang kalah. Nah tinggal partai maut Belanda-Italia yang diharap ada kejutan. Dan saya punya ''rasa'' di sini.

Hmm...udahan saja ya, mau tidur dulu -- tetap dengan baju Belanda yang meski berukuran XL, tapi tetap saja terasa sempit -- supaya terbangun 01.45 nanti, atau malah tak bisa nonton seperti hari-hari sebelumnya.

Selengkapnya...

Kamis, Juni 05, 2008

Pilih 200, 500 atau 750?

Tadi siang dan dimulai pukul 13.00 WIB di ruang luar Aula Kantor Gubernur Provinsi Kepri, Tanjungpinang. Dimulai awal, pilihan keputusan beberapa orang yang akan dinilai sebuah tim. Pilihan itu bernilai 200 perak, 500 perak dan 750 perak. Saya mengambil keputusan 750 perak, tapi belum tentu dipilih yang menilai, meskipun itu angka sama saat diputuskan tahun 2007 lalu.

Hmmm...pusing juga membuat alenia pertama itu ya. Itulah angka penawaran berturut-turut dari koran Sijori Mandiri, Tribun Batam dan Posmetro Batam dalam tender proyek lelang untuk penayangan pengumuman iklan lelang se-Provinsi Kepri. Tentu saja angka itu dibumbui ukuran per milimeter kolomnya. Tahun lalu Posmetro menang, tapi karena berbagai pertimbangan, kami tak berani lagi bikin harga lebih rendah dari 750 itu, di mana kami tahun lalu diputuskan sebagai pemenangnya.

Peluang terbesar untuk menang tetap ada pada Sijori. Sedangkan koran tempat saya bekerja, kali ini benar-benar jadi underdog, sesudah pembukaan surat penawaran lelang itu. Tahun lalu, kami underdog, bahkan jauh sebelum lelang itu dimulai.

Tapi mengapa Sijori yang tahun 2007 lalu menawarkan 1.200 perak, kini hanya 200 perak? Begitu juga Tribun yang tahun lalu 5.000 perak lebih, kini hanya 500 perak? Hmm...itu tetap saja pilihan masing-masing. Bagaimana pilihan ketetapan hari ini, akan terasa setahun lamanya, dan itu akan ditanggungjawabi masing-masing. Termasuk saya, yang tak berani menurunkan harga. He...he....


NB; Tapi tadi saat rapat divre Batam, saya sudah sampaikan alasan angka 750 itu. Dan semoga angka itu dan hari ini, jadi hari paling bersejarah bagi saya dalam mengambil keputusan.

Selengkapnya...

Senin, Juni 02, 2008

Lontong Usus yang Bikin Mak Nyuss


(Maaf, ini postingan telat. Selain karena badan penat, juga tersebab, internet kantor mati. Sedangkan internet di rumah, lagi kritis kuotanya. He...he...dasar gratisan ya...)

Ini kisah saat 29 hingga 30 Mei lalu berada di Tanjungpinang, ibu kota Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Seperti biasa, kalau makan siang (terutama yang tak gratisan di hotel) saya selalu menyempatkan diri ke Rumah Makan Yuliandi. Tak banyak orang Pinang sendiri, yang hapal tempat ini. Saya sendiri tahu karena kebetulan suatu tahun mau nyeberang ke Pulau Penyengat. Ya, rumah makan ini bisa ditemui dekat jalan menuju pelataran ke Penyengat itu.

Hmmm...ayam goreng kampungnya masih oke. Juga urapnya. Mulyadi, manajer pemasaran dan iklan Posmetro Batam, kembali memuji, setelah sebelumnya saat kami ''menjemput'' duit Rp500 juta untuk koperasi, tahun lalu. ''Baru selera lagi aku makan bang. Sudah beberapa hari ini tak mau makan.''

Kalau saya, jangan ditanya. Saya sudah melanggar banyak pantangan. Saya yang harus makan hanya boleh 100 gram nasi, hari Kamis itu, malah sepiring utama habis. Belum lagi tambahnya yang sampai dua kali. Hii...hiii...Karena itu, wanti-wanti saya bawa obat penurun kadar gula, dan tensi. Padahal, obat itu sudah lama tak saya makan.

Nah, mana yang baru dan mak nyuss itu? Yang ini, rekomendasi dari seorang teman yang berkantor di Hotel 89, Batam. Dia asli orang Pinang. ''Cobalah sarapan pagi lontong usus. Dekat hotel Wisata. Rasanya, ngangenin. Mak nyuss. Nanti kalau Pak Ade udah makan di sana, kabari si Bondan itu ya...''

Ternyata, si teman itu sudah lama tak makan di sana. Lokasi Lontong Usus malah sudah pindah di samping Hotel Tanjungpinang (lihat foto). Tapi tak jauhlah dari hotel kami menginap, Hotel Furia dan RM Yuliandi. Juga dekat dengan tempat saya beli ikan tamban. ''Itu pak lontong usus. Satu-satunya. Tak ada yang lain,'' pedagang ikan tamban memastikan itu.

Wah, benar tebakan saya. Usus yang berisi tahu dan campuran telor itu, ternyata mirip dengan tombunsu kalau di Nasi Kapau (masakan Padang). Tapi di makan dengan lontong seperti lontong yang berkuahkan sayur nangka, hmm...memang mak nyuss.

Hmm...maaf, saya harus menghentikan postingan ini, karena di tengah hari begini, kelaparan juga nih. Apalagi sedang puasa sunat Senin-Kamis. He...he...

Selengkapnya...