Senin, Agustus 28, 2006

Cara Brilian Jadi Istri...

Saya penggemar buku-buku bernuansa enterpreneuship. Terakhir ini yang saya lahap, Cara Brilian Menjadi Karyawan Beromset Miliaran. Masbukhin Pradhana, sangat lancar menuliskannya. Dan saya pun lancar berkesimpulan, ini buku semestinya berjudul ''Cara Brilian Jadi Istri..."

Mengapa begitu? Simaklah betapa Masbukhin bertungkus lumus mengejar omset usahanya tapi tetap masih menjadi karyawan di sebuah perusahaan. Lalu usaha itu gagal, tapi istrinya tetap bisa tegar. Bahkan, tersirat pula, justru istrinya, yang membuat pikiran sang penulis tetap bisa hidup di dua alam. Sang istri, memantau usaha, sang suami berhadapan dengan dunia kerjanya.

Tapi memang pastilah ada proses, naik turun dalam hubungan suami istri itu. Nah, pantas juga ditunggu buku-buku selanjutnya. Baik dari Masbukhin atau pun penulis lainnya, yang membahas soal sosok istri di belakang layar.***

Selengkapnya...

Kamis, Agustus 24, 2006

Apa Rasanya Kemalingan?

Ya, apa rasanya ditimpa kemalingan? Hari ini saya mendapatkannya. Itu pun telat. Tersebab, saya mengubah kartu HP pagi hari tadi ketika mengecasnya. Dari kartu XL ke Halo. Karyawan saya yang ngirim SMS via XL.

Jam 9.15 WIB saat tiba di kantor, baru tahu yang selalu saya kode PRH (baca judul Debaran Pertama Lagi) habis dibobol. Yang tersisa hanya kursi dan meja. Isi etalase dilibas semua.

Rasanya, baru kali ini saya tak punya firasat sama sekali. Baru kali ini juga justru saya tak panik, jantung tak berdebar kencang. Mungkin jadi, karena hingga menulis ini, saya tak melihat langsung lokasi kemalingan.

''Sudah saya lapor ke polisi, bang.'' Begitu jawaban karyawan saya. ''Sekarang saya mau ke Tanjungsengkuang, siapa tahu peralatan kita yang dicuri di jual di sana.''

Saya tak setuju dengan kalimat terakhir. Saya hanya berpikir, bagaimana usaha ini hidup lagi. Karyawan dan saya sendiri harus tegar. Mungkin ini malah pertanda, PRH memang bisa besar. Karena sejak dibuka 31 Juli, ternyata selain dilirik calon pelanggan yang lalu lalang, juga dilirik maling.

Bisa jadi malingnya pernah bertransaksi dengan PRH. Wuih...saya sok tetap tegar. Padahal, saya tetap saja puyeng, di mana lagi cari bantuan dana. Dan saya lebih introspeksi, apa salah saya ya? Saat mulai buka sudah bersedekah ke panti asuhan/pondok pesantren. Lalu saya mengajukan minta kotak amal dari Rumah Zakat. Wuih...ini malah kotak amal itu juga digondol maling.

Ya Wahhab, yang maha pemberi kurnia, kuatkan hamba. Ya Rahman, yang maha pengasih, rahmatilah yang maling itu untuk benar-benar menghidupi keluarganya. Amien.

Selengkapnya...

Rabu, Agustus 23, 2006

Datuk Gajah, Anak Gajah dan Cucu Gajah

Cita-cita sebenarnya ingin jadi Insinyur Pertanian. Pulang kampung, jadi penyuluh pertanian. Membangun kampung. Tapi langkah lain, malah masuk SMEA. Kemudian terseret kuliah, eh, jadi orang kantoran.

Tapi sudah empat hari ini, saya malah jadi tukang bengkel sepeda dadakan. Si sulung Taya, yang baru sekitar dua bulan beli sepeda, eh mulai ngadat. Sebelum kini rantainya sering longgar dan copot, pernak-pernik lain telah rusak. Mulai dari rem, tempat air di depan dan lainnya.

Pagi-pagi baru bangun tidur -- tentunya telah sholat subuh tapi tidur lagi-- sudah mempreteli sepeda. Saya buka murnya satu per satu. Menarik rodanya ke belakang, agar rantainya tegang. Tapi keesokannya lagi, itu juga dilakukan. Sebabnya, rantai sepedanya memang kendor ditambah pula jari-jari roda telah longgar. Pokoknya, disebabkan beban sepeda yang keberatan karena anak saya sudah beratnya 32 kg.

Sepedanya itu sendiri terlihat kekecilan. Emang, sepeda itu dibeli dengan maksud supaya Taya bisa cepat bisa langsung pakai roda dua. Sebelumnya, sepedanya itu beroda empat. ''Harganya empat ratus ribuan,'' ujar pemilik bengkel
sepeda di Jodoh. Saya datang ke sana, karena ''ilmu'' bengkel saya, sudah kewalahan.

Saya lihat sendiri bagaimana dia menarik rantai. Memasang dudukan sepeda dan standarnya. Dari ilmu melirik itu, saya kini berani ''buka bengkel'' sendiri.

Teringat dulu, saat bapak saya masih pakai sepeda. Kalau rusak, saya yang membawa ke bengkel. Atau bapak yang bawa langsung sepulang dari kantor dengan menggereknya. Dan saya yang mendatangi bengkel itu menjemputnya.

''Bilang sama bapak kamu, ini sepeda akan terus rusak karena yang duduknya gajah.'' Saya tersenyum geli saat itu, karena bapaknya saya memang gemuk juga sedangkan sepedanya sepeda Sanky (udah jarang di zaman ini).

Kini saya ''mengomel'' sendiri saat mempreteli sepeda Taya. ''Emang sepedanya tak pas lagi, karena yang makainya, anak gajah!''

Taya hanya tersenyum. Hemmm...saya sendiri tentu saja mengaku ayah gajah! ***

Selengkapnya...